2007 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS PADA BATIK
PEKALONGAN SEBAGAI UPAYA HUKUM DALAM
MEMPERTAHANKAN CIRI PRODUK BATIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Diajukan Oleh :
MUHAMMAD SYARIF GUNAWAN
C.100.050.234
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
HALAMAN MOTTO
β) 4 οθ=Á9#ρ 9Á9$/ #θΨ‹èG™# #θΖΒ#™ ⎯ƒ%!# $γƒ'≈ƒ ìΒ !#
⎦⎪9≈Á9#
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
(Quran Surat Al Baqarah : 153)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segenap cinta dan doa karya terindah ini penulis
persembahkan untuk :
¦ ALLAH S.W.T.
¦ Muhammad Utusan ALLAH si-Penyempurna Akhlaq;
¦ Ibu aku, Mubilla A.R. Darah, air mata, air susu, dan
keringatnya ada ditubuhku;
¦ Bapakku Djwija H.J, Sabar dan Pelindung menjadi
kekuatan buatku;
¦ Keluwarga H. Abdurahman Dan Hjh. Suniyah yang telah
memberikan makna persaudaraan, kebersamaan Dan
Kesabaran
¦ Asik-Adik Ku Hari Kurniyawan dan Dani yang
menyentuh raga ini dengan jemari hati.
¦ Seluruh umat Islam dimuka bumi yang meng-Agungkan
Ciptaanya, Yang Selelu Menjalankan Shalat Yang Selalu
Merindukan Dan Cinta Kepada ALLAH,
¦ Seseorang Yang menjadi rahasia Allah yang kelak akan
mendampingiku dalam beribadah Ku dan yang akan
mendampingi Menjalani Hidup ku
¦ Almamater UMS.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas
segala rahmat, berkah, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “ PELAKSANAAN PERATURAN
PEMERINTAH NO. 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS
PADA BATIK PEKALONGAN SEBAGAI UPAYA HUKUM DALAM
MEMPERTAHANKAN CIRI PRODUK BATIK” ini, disusun untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S-1)
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Surakarta.
Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, kemampuan serta
pengalaman yang penulis miliki. Selesainya skripsi ini tentunya tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak, sehingga pada kesempatan kali ini dengan segala ketulusan
hati dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1. Bapak Muchamad Iksan, S.H.,M.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta yang telah berkenan memberikan ijin untuk
mengadakan penelitian;
2. Ibu Inayah, S.H., selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan penuh
perhatian dalam memberikan pengarahan, sehingga penyusunan skripsi ini
dapat terselesaikan;
3. Bapak M. Sandjojo, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan
sabar memberikan bimbingan berupa saran dan kritik yang membangun serta
memberikan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
4. Prof.Dr.K. Dimyati,SH terimakasih untuk semua petunjuk dan arahan serta
informasi yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini;
5. Ibu Aslamiyah, S.H., yang telah memberikan nasehat dan informasi untuk
kelancaran dlam pemyusunan skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
yang telah banyak membantu penulis dalam menempuh studi di Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta;
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum yang telah mengurus semua
birokrasi dan keperluan penulis;
8. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Universitas muhammadiyah surakarta
yang telah mengurus semua keperluan penulis dalam studi di Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah;
9. Bapak dan Ibu ku tercinta, terimakasih atas kasih sayang, nasehat, fasilitas dan
kesabarannya, perjalanan hidupku yang sebenarnya baru saja dimulai jangan
pernah berhenti mendoakanku.. Terima kasih yang tak hingga atas segala kasih
sayang, perhatian, upaya dan doa yang telah engkau mohonkan kepada-Nya
tanpa tiada henti, semoga sedikit hasil jerih payah yang ananda berikan ini
mampu memberikan kebahagiaan dan kebanggaan.
10. Keluarga H. Abdurahman/mabah ko dan Hjh. Suniyah/mbah yi, yang telah
memberikan makna persaudaraan kebersamaan, dan pengorbanan yang telah
engkau berikan kepada aku
11. Teman-teman Syarif: Kiki yang selalu merawat kulit serta membantu kritik dan
saran untuk kelancaran skripsi, Padly antoni sinaga, Griwo, Acong pelaku seni
dan desain yang menjadi jalan hidupnya, Kibasrulang, Patrik, si Tegar, Adit,
Andita yang suka pemikir yang berat Arik, Ilham, Arya dewa tidur, Deka
bermuka bus, Hendy setio, yani, Iin yang mencurahkan perhatian dalam
kelancaran skripsi aku, Arip yang telah membantu selama di lepkom, Edi nur
cahyo yang selalu memperjuangkan keberadaan masjid tetap istikomah, dan
semua teman yang ada di FH UMS;
12. Saudara-saudaraku se-muslim yang berjuang untuk islam,”ASRAMA MASJIT
AN-NUR”
13. Teman-teman Alumnis LPM New Justice angkatan 2005
14. Teman-teman BEM UMS angkatan 2005 selalu perjuangkan rakyat
15. Keluarga kelompok UKM Bintex Se- Jateng semoga perjuangan kita dan
kesabaran kita akan membawa kesejahteraan;
16. Semua pengurus LSM madani Solo semoga kita semua diberikan kekuatan
oleh ALLAH untuk selalu menjaga dan membersihakn kamarmandi/ wc
masjid.
17. Pak Slamet, dan semua temen-temen di majalah ADH DHUHAA dan anak
yatim piyatu ALLAH selalu bersama kita.
18. Motor Supra yang sederhana, dengan kelincahan dan selalu terjaga
kebersihannya, yang telah memberiku arti kesabaran dan beratnya, kerasnya
menjalani hidup ini.
19. Teman-temanku keluarga besar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Surakarta, keluarga besar angkatan 2005 dan semua pihak yang telah
membantu baik secara moral maupun material. Terima kasih dan mohon maaf
yang sebesar-besarnya, baik yang dibelakang maupun di depan “layar” insya
Allah G.12IF selalu mengenang seluruh budi baik antum./ ente/panjenengan.
20. Pak ilyas/ Pak Hamak, Emirul Chaq Aka/ mas Amir, yang telah memberikan
info dan cerita tentang batik E wong Pekalongan.
21. Mas faizin, mas pras dan semua karyawan Museum Batik kebanggaan ne wong
Pekalongan pokok e kowe-kowe kabeh kudu tetep semangat ho.. go jogo karo
melestarikan asset gon dwe ha a pok ke.
22. Akhirnya dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa apa yang penulis
coretkan di skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tentunya tidak luput dari
kesalahan. Tak ada gading yang tak retak, tidak ada satupun di dunia yang
sempurna, demikian pula dengan skripsi ini. Saran dan kritik dari pembaca
akan penulis terima dengan kebesaran hati guna kebaikan bersama pada masa
mendatang. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat dibaca oleh semua pihak
dan diambil manfaatnya, serta bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan
Ilmu Hukum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surakarta,22 Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………………iii
HALAMAN MOTO…………………………………………………………………………iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………………………..v
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..x
ABSTRAKSI………………………………………………………………………………..xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….1
B. Perumusan Masalah………………………………………………………………5
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………………6
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………………..6
E. Metode Penelitian………………………………………………………………...7
F. Sistematika Penulisa Hukum……………………………………………………10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjaun Umum tentang Kota Pekalongan………………………………………13
1. Pengertian dan Isi Gugatan…………………………………………………13
2. Sejarah Kota Pekalongan…………………………………………………...19
B. Tinjaun Umum tentang Batik Pekalongan……………………………………...32
1. Sejarah Batik Pekalongan………………………………………………......32
2. Nama Istilah Dalam Batik Pekalongan……………………………………..40
C. Tinjuan Umum Tentang Indikasi Geografis…………………………………….42
1. Pengertian Indikasi Geografis……………………………………………...42
2. Sejarah Indikasi Geografis…………………………………………………44
3. Sistem Pendaftaran Indikasi Geografis…………………………………….50
4. Perlindungan Indikasi Geografis…………………………………………...53
5. Peraturan Pemerintah Tentang Prosedur Pendaftaran
Indikasi Geografis …………………………………………………………55
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Usaha Yang di Lakukan Pemerintah Kota Pekalongan
Agar Batik Pekalongan Mendapat Perlindungan
Indikasi Geografis…………………………………………………………….64
1. Pelaksanaan Kediatan Sosialisasi Deperindakop Kota Pekalongan Kepada
UKM Kota Pekalongan Bekerjasama Dengan Direktorat Jendral HAKI
Departemen Hukum Dan
Ham…………………………………………………………………………...65
2. Setiap Dua Tahun Sekali diSelenggarakannya PBI
(Pekan Batik Internasional 2007) dan di lanjutkan
dengan PBI (Pekan Batik Internasional 2009)………………………………...70
B. Upaya Hukum Yang Di Lakukan Pemerintah
Kota Pekalongan Untuk Permohonan Indikasi
Geografis Terhadap Batik Pekalongan………………………………………..75
1. Tentang dikeluarkannya Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Pekalongan Nomor 5 Tahun 1992
Tentang Pekalongan Kota Batik sebagai sesanti( semboyan)
masyarakat dan Pemerintah Kotamadya Pekalongan didalam
Membangun masyarakat Kota dan lingkungannya…………………………75
2. Program kerja Pemerintah Kota Pekalongan dari instansi
UPTD Klinik Bisnis Haki Pekalongan dengan direktorat
Jenderal pusat di Kota Tanggerang…………………………………………80
C. Keuntungan yang didapat oleh masyartakat Kota
Pekalongan dengan adanya indikasi geografis pada
produk batiknya…………………………………………………………….99
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….108
B. Saran…………………………………………………………………………112
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...113
LAMPIRAN
ABSTRAKSI
JUDUL : PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 51 TAHUN 2007
TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS PADA BATIK PEKALONGAN
SEBAGAI UPAYA HUKUM DALAM MEMPERTAHANKAN CIRI
PRODUK BATIK
NAMA : Muhammad Syarif Gunawan
NIM : C.100.050.234
Batik sebagai warisan budaya Indonesia yang sudah mendapat penghargaan dari
UNESCO ( United Nations Educational Secintific and Cultural Organization). Khususnya
batik Pekalongan yang dibuat secara konvensional yang mengahasilkan batik yang berkualitas
dan mempunyai ciri khas yang berbeda dari batik yang ada di daerah lain di Indonesia. Maka
dari itu perlu dilindungi dan dipertahankan, hal yang paling mendasar dalam upaya
melesatarikan seni batik tradisional adalah upaya memberikan pengahrgaan beruapa
perlindungan bagi para pembatik atas hasil karya intelektualnya, maupun produk batik
tersebut. Perlindungan bagi karya seni batik tidak hanya perlindungan hak cipta, paten,
maupun merek saja, juga melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang
Indikasi Geografis. Batik Pekalongan sebagai karya seni dan warisan budaya sangat dikagumi
dunia, karena kaya akan ragam motif maupun warnanya, dan para pengusaha maupun apara
pengarajin batik selalu mengikuti perkembangan jaman. Batik Pekalongan sebagai komoditas
internasional harus terus ditingkatkan agar bisa terus bersaing dalam globalisasi maupun
didalam negeri sendiri. Batik sebagai indikasi geografis yang menandakan ciri khas dan
kulitas batik tersebut berasal, maka dari itu harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, namun faktanya memang Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007
yang mengatur khusus tentang indikasi geografis tergolong masih baru dan masih banyak
yang belum mengrti mengenai indikasi geografis pada umumnya khususnya Pemerintah Kota
Pekalongan, selain itu pentingnya mendaftarkan batik secara indikasi geografis belum juga
dimengerti, bertujuan untuk memberikan keuntungan lebih dari adanya indikasi geografis
untuk para produsen batik maupun masyarakat Pekalongan. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimana usaha yang
dilakukan pemerintah kota Pekalongan agar batik Pekalongan mendapat perlindungan indikasi
geografis? (2) Bagai mana upaya hukum yang dilakukan pemerintah kota Pekalongan untuk
permohonan indikasi geografis terhadap batik Pekalongan (3) Manfaat dan keuntungan apa
saja yang akan didapat oleh masyarakat kota Pekalongan dengan adanya indikasi geografis
pada produk batiknya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis
sosiologis dengan analisis secara deskriptif. Metode pengumpulan data diperoleh melalui data
primer dan data sekunder. Hasil penelitian adalah bahwa secara indikasi geografis batik
Pekalongan sebenarnya sudah mendapatkan perlindunga secara indikasi geografis bahkan
sebelum adanya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 yang mengaturnya secara
khusus. Namun berupa pengakuan-pengakuan dari semua masyarakat Pekalongan maupun
masyarakat diluar Pekalongan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kekayaan Bangsa Indonesia yang belum mampu dimaksimalkan ialah
warisan budaya. Pernahkah menghitung kekayaan warisan budaya kita yang bernilai
sosial maupun ekonomi yang sangat tinggi. Kita tidak pernah memikirkan bahwa
sebetulnya kekayaan budaya Bangsa Indonesia, baik yang berbentuk kebendaan maupun
yang non kebendaan, sesungguhnya menyimpan potensi luar biasa besar untuk
dikembangkan.
Hampir dapat kita pastikan bahwa bangsa kita tidak mungkin mengejar
ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pasti dari negara-negara maju,
tetapi keunggulan kompetitif masih membuka peluang amat lebar bagi setiap bangsa
dalam mengembangkan potensi lokal yang bersifat asli, antik, dan otentik.
Warisan budaya sebagai kekayaan bangsa yang menjadi potensi lokal tersebut
adalah jawabannya. Indonesia harus bisa memanfaatkan setiap peluang dalam
memanfaatkan warisan budaya khususnya batik untuk dikembangkan menjadi sebuah
aset berharga bagi pertumbuhan sosial, tentu saja dengan menimbang aspek pelestarian
tradisinya. Bayangkan kekayaan warisan budaya kita amat tinggi, kemajuan budaya
Indonesia amat bernilai, dan kemungkinan menjadi investasi bagi pengembangan daya
saing Indonesia.
Sebagai kekayaan yang masih banyak belum terpikirkan oleh kita, sebenarnya
semua itu kita manfaatkan dan kita kelola dengan sungguh-sungguh ada keuntungan
yang bisa diperoleh. Keuntungan pertama, keuntungan ekonomi (economic benefit) yang
diperoleh dari pariwisata, investasi, dan lapangan pekerjaan. Kedua keuntungan sosial
(social benefit) yang diperoleh dari modal sosial yang berupa identitas budaya yang
unik, khas, dan langka, yang ditawarkan kepada wisatawan agar tetap mendatangkan
keuntungan dari pasar global maupun pasar domestik.
1
Potensi warisan budaya nasional yang selalu menjajikan prospek baik manakala
dikembangkan secara professional, salah satunya ialah batik. Diantara berbagai ragam
batik dunia, batik Indonesia khususnya batik Pekalongan merupakan batik yang unik,
karena merupakan wujud cipta seni yang bertahan selama berabad-abad yang banyak
dipengaruhi oleh pedagang dari Gujarat India, Arab, Cina, dan juga batik Pekalongan
sangat dipengaruhi oleh Belanda, semua itu sebagai hasil dari proses budaya yang harus
dijaga keberadaannya.
2
Karena itu batik Pekalongan pada tahun 2006 memenangkan Seal of Excellence
2006, yang akhirnya dari situ batik Pekalongan mendapat penghargaan dari UNESCO.
3
Dari semua potensi, kekayaan, prospek, dan aset bangsa Indonesia adalah budaya
khususnya batik, seharusnya kita semua bisa memanfaatkan dan mengembangkan
warisan batik tersebut dengan sebaik-baiknya, bukannya kemampuan mengembangkan,
melestarikan dan memanfaatkan warisan batik justru diambil alih oleh negara-negara
lain. Sementara kita dianggap sebagai buruh saja yang sudah tentu jauh dari apa yang
1
Yayasan Kadin Indonesia, Pesona Batik Warisan Budaya Yang Mampu Menenbus Ruang dan Waktu 2007,
halaman 6
2
Pemerintah Daerah Kota Pekalongan dengan The Pekalongan Institute, Pekalongan Inspirasi Indonesia,
Pekalongan:2008,halaman 263
3
http:// www.tempointeraktif.com, tanggal 25 Mei 2009
seharusnya tanggung jawab kita semua, untuk bisa memanfaatkan dan melestarikan
kekayaan warisan budaya batik tersebut. Aspek budaya yang telah merambah pada
pengembangan industri budaya perlu dilihat secara lebih luas, dalam hal bahwa warisan
budaya ini memiliki nilai ekonomi dengan menggali potensi keunggulan batik dengan
produk-produk lebih menarik bercirikan budaya bangsa.
Oleh sebab itu, seluruh elemen industri perbatikan di Indonesia khususnya
perbatikan di Pekalongan, kini harus bangkit dan bergerak serta melakukan beberapa
langkah strategis untuk mengatasi terjadinya era persaingan terbuka secara total, sebab
tidak menutup kemungkinan pada saatnya nanti industri perbatikan mancanegara akan
membatik dipasar dalam negeri. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Negara tetangga
kita adalah fenomena nyata yang menandakan bahwa peta persaingan global industri
perbatikan sudah mulai terbuka.
Dalam konteks ini maka yang akan berbicara adalah regulasi pasar, kualitas dan
keunggulan suatu produk akan sangat menentukan eksistensi produk itu sendiri.
Akhirnya kini hanya ada dua pilihan yang harus ditentukan sekarang kalau industri
perbatikan Indonesia tidak ingin tertinggal melenggang sebagai pemenang atau mundur
sebagai pecundang.
Peranan aturan hukum disini sangat menetukan dan berpengaruh sekali kepada
industri perbatikan Indonesia, Karenanya hak kekayaan intelektual (Haki) perlindungan
kepada batik sangat penting untuk menjadikan batik Indonesia khususnya batik
Pekalongan mendapat penguatan perlindungan dari adanya persaiangan global, maupun
persaingan di dalam negeri sendiri.
Hak Kekayaan Intelektual sesungguhnya bukan hanya UU No. 14 Tahun.2001
tentang Paten, UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta saja. Dari peraturan Hak Kekayaan Intelektual tersebut jelas
setidaknya ada antisipasi untuk mengatasi masalah-masalah yang akan timbul, dari
pengakuan dari salah satu pengusaha, maupun perorangan, bahkan dari satu instasi
pemerintah kota tertentu, bahkan dari negara-negara lain, dari masalah tersebut tidak
bisa lepas dari pengaruh adanya persaiangan pemasaran batik di Indonesia yang luar
biasa cepat berkembang dan juga dari pengaruh paradikma orang Indonesia sekarang,
yang memandang dan menilai bahwa batik sudah dapat mengikuti trend dan
perkembangan zaman.
Pengembangan indikasi geografis sangat menguntungkan karena disatu
perlindungan hukum bagi produk khas daerah di Indonesia yang dapat meningkatkan
nilai tambah dan mendorong daerah untuk meningkatkan produk unggulan mereka,
disegi lain sebagai perlindungan hak kekayaan intelektual, perlindungan indikasi
geografis bersifat komunal (dimiliki oleh masyarakat) dan bukan oleh perseorangan,
disamping itu tidak seperti perlindungan HKI yang lain, perlindungan indikasi geografis
bersifat permanen asal ciri khas dan kualitas barang yang dilindungi masih tetap sama.
Untuk melindungi batik Indonesia dan khususnya batik Pekalongan tidak cukup
dengan hak cipta saja, indikasi geografis juga merupakan salah satu rezim Hak
Kekayaan Intelektual karena dengan persaiangan pasar yang sudah global, khususnya
batik Indoneisa yang begitu sangat kaya akan ciri khas batik dan beragam macam batik
yang tersebar di daerah-daerah diseluruh Indonesia.
Perlindungan rezim Indikasi Geografis sesungguhnya juga amat penting sekali
sebagai tanda yang menunjukan daerah asal suatu produk, yang karena faktor
lingkungan, faktor alam, manusia, maupun dari kedua faktor tersebut memberikan ciri
dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
4
Selain itu indikasi geografis juga
amat potensial untuk menjamin agar keuntungan ekonomis tertinggi dari suatu produk
dapat tetap dinikmati oleh produsen dari daerah asal produk itu sendiri, dengan
didasarkan kepada nilai-nilai luhur masyarakat itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas permasalahan pada judul dan latar belakang diatas,
maka dalam penulisan hukum ini penulis memberikan suatu pengetahuan akan suatu hal
yang patut diangkat menjadi sebuah penelitian dengan judul:
“PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 51 TAHUN 2007
TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS PADA BATIK PEKALONGAN SEBAGAI
UPAYA HUKUM DALAM MEMPERTAHANKAN CIRI PRODUK BATIK. ”
B. Ruang Lingkup dan Perumusan Masalah
B.1. Ruang Lingkup
Penulis membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada kinerja pemerintah Kota
Pekalongan, sebagai upaya hukum dari indikasi geografis pada batik Pekalongan dalam
mempertahankan ciri produk batik Pekalongan, yang dimaksud dengan pemerintah kota
Pekalongan di sini hanya pada UPTD (Unit Pelayanan Teknis pada Dinas) Klinik Bisnis
dan Haki Kota Pekalongan, DEPERINDAKOM, serta masyarakat kota Pekalongan.
B.2. Perumusan Masalah
Perumusan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut;
4
Miranda Risang Ayu, Membincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis, Bandung: Alumni, 2006,
halaman 1
a. Bagaimana usaha yang dilakukan pemerintah kota Pekalongan agar batik
Pekalongan mendapat perlindungan indikasi geografis.
b. Bagai mana upaya hukum yang dilakukan pemerintah kota Pekalongan untuk
permohonan indikasi geografis terhadap batik Pekalongan.
c. Manfaat dan keuntungan apa saja yang akan didapat oleh masyarakat kota
Pekalongan dengan adanya indikasi geografis pada produk batiknya.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang “PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 51
TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI GEOGRAFIS PADA BATIK PEKALONGAN
SEBAGAI UPAYA HUKUM DALAM MEMPERTAHANKAN CIRI PRODUK”.
Bertujuan untuk:
1. Mengetahui sampai sejauh mana kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kota
Pekalongan selama ini terutama masalah indikasi geografis pada batik Pekalongan.
2. Mendapatkan dan menegetahui apa saja yang dilakukan pemerintah kota Pekalongan
dari pendaftaran indikasi geografis terhadap produk batiknya agar manfaatnya bisa
dirasakan oleh masyarakat kota Pekalongan.
3. Mengetahui bagai mana pendapat masyarakat kota Pekalongan dengan adanya
indikasi geografis pada batik Pekalongan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dibedakan ke dalam dua hal
yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Yaitu untuk mengetahui pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lainnya
dan menganalisa pengaruh tersebut, yaitu usaha pemerintah kota Pekalongan dari
permohonan pendaftaran indikasi geografis pada produk batiknya.
2. Manfaat Praktis
a) Hsil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pemerintahan
Kota Pekalongan agar semakin meningkatkan ciri produk batiknya.
b) Untuk mengembangkan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah
dengan kenyataan yang ada di lapangan.
c) Untuk memperoleh data-data dan informasi untuk menyelesaikan penulisan
hukum sebagai syarat wajib bagi setiap mahasiswa dalam meraih gelar ilmu
hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiah Surakarta.
E. Metode Penelitian
Penelitian dapat berhasil dengan baik atau tergantung dari data yang diperoleh,
juga didukung oleh proses pengolahan yang dilakukan terhadap permasalahan.
Metode penelitian dianggap paling penting dalam menilai kualitas hasil penelitian.
Hal ini mutlak harus ada tidak dapat dipisahkan lagi dari apa yang dinamakan
keabsahan penelitian. Dari pada itu dipergunakan untuk membuat jelas suatu
penelitian secara lengkap.
Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebgai berikut:
E.1. Metode Pendekatan
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan
pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis adalah suatu penelitian yang
didasarkan pada suatu ketentuan hukum dan fenomena atau kejadian yang terjadi di
lapangan.
5
Memberikan arti penting pada langkah observasi dan analisis yang bersifat
empiris. Dalam penelitian ini yang akan dicari perihal pelaksanaan peraturan pemerintah
No. 51 tahun 2007 tentang indikasi geografis, serta terkait pada masyarakat (pelaku
sosial), sehingga dapat diperoleh manfaatnya oleh masyarakat.
E.2. Jenis Penelitian
Tipe kajian dalam penelitian ini secara spesifik lebih bersifat deskriptif, metode
deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas, dan dapat
memberikan data sedetail mungkin tentang obyek yang diteliti, dalam hal ini untuk
menggambarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi
Geografis.
E.3. Sumber Data
Sumber data yang saya (penulis) peroleh dalam penelitian ini ada dua macam data
yaitu:
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan melakukan interview
dengan narasumber dan responden atau sampel yang berhubungan dengan penelitian ini
terdiri dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2007 tentang indikasi geografis.
b. Data Sekunder
yaitu data yang diperoleh dengan cara mempelajari berbagai literatur yang
berkaitan dengan maslah yang diteliti, terdiri atas:
5
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo, 2001, halaman
26
Buku-buku, Majalah hukum, Artikel ilmiah, Arsip-arsip yang mendukung Publikasi dari
lembaga terkait.
E.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan antara lain:
a. Studi Kepustakaan/ Dokumentasi:
Yaitu mempelajari bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, dokumen resmi
peraturan perundang-undangan, berkas perkara serta sumber tertulis lain yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Dilakukan dengan cara melakukan proses terjun langsung secara aktif ke
lapangan untuk meneliti obyek penelitian tersebut.
• Metode Observasi (pengamatan), yaitu metode pengumpulan data pada suatu
obyek penelitian dengan cara pengamatan atau terjun langsung diobyek
penelitian terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pemerintah Nomor. 51
Tahun 2007 tentang indikasi geografis pada batik Pekalongan sebagai upaya
hukum dalam mempertahankan ciri produk. Mengenai lokasi penelitian ini
dilakukan di Museum Batik Pekalongan dan di kantor HAKI Kota Pekalongan.
Serta di kantor DEPERINDAKOP Disebabkan perihal yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat menjadi skripsi ini terdapat di tempat tersebut.
• Interview atau wawancara, wawancara atau interview merupakan Tannya jawab
secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung. Dalam
proses interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu
pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau interviewer sedangakan pihak
lain berfungsi sebagai pemberi informasi atau informan (responden).
6
Wawancara dilakukan penulis dengan pengusaha batik Kota Pekalongan dari
pihak masyarakat dan Kepala bidang kantor Haki Kota Pekalongan serta pihak intansi
pemerintah.
E.5. Teknik Analisis Data
Di dalam penelitian ini data yang digunakan dalam menganalisis adalah dengan
menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu cara dinyatakan
oleh responden secara tertulis atau lisan, dan perilaku nyata. Diteliti sesuatu yang utuh.
7
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memperoleh dalam mempelajari dan memahami keseluruhan mengenai
penulisan hukum ini. Maka penulis membagi sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
6
Soemitro Romy H, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990, halamn 71
7
Surjono Soekanto, Op. Cit.,, halaman 32
A. Tinjauan Umum Tentang Kota Pekalongan
1. Pengertian kota Pekalongan.
2. Sejarah kota Pekalongan.
B. Tinjauan Umum Tentang Batik Pekalongan
1. Sejarah Batik Pekalongan.
2. Nama Istilah dalam Batik Pekalongan.
C. Tinjauan Tentang Indikasi Geografis
1. Pengertian Indikasi Geografis.
2. Sejarah Indikasi Geografis.
3. Sistem Pendaftaran Indikasi Geografis.
4. Perlindungan Indikasi Geografis.
5. Peraturan Pemerintah tentang Prosedur Pendaftaran Indikasi Geografis.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Usaha yang di lakukan pemerintah kota Pekalongan agar batik Pekalongan mendapat
perlindungan indikasi geografis.
C. Upaya hukum yang di lakukan pemerintah kota Pekalongan untuk Permohonan
indikasi geografis Terhadap batik Pekalongan.
D. Keuntungan yang di dapat oleh masyarakat kota Pekalongan dengan adanya indikasi
geografis pada produk batiknya.
BAB. IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kota Pekalongan
1. Pengertian Kota Pekalongan
Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso)
putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan yang kemudian
menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon ceritanya berasal dari Kesesi
Kabupaten Pekalongan. Di dalam cerita rakyat tersebut dikisahkan bahwa Joko Bau
bertapa di Alas Gambiran (kemudian menjadi gambaran terletak didepan PLN
Pekalongan). Di dalam tapanya Joko Bau tersebut tak ada satupun yang bisa
menggugahnya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Segoro Lor) dan prajurit
silumannya, karena kekuatan goibnya luar biasa kemudian Dewi Lanjar bertekuk lutut
dan akhirnya Dewi Lanjar dipersunting Joko Bau.
8
Satu-satunya yang bisa menggugah topo ngalongnya Joko Bau adalah Tan Kwie
Djan yang mendapat tugas dari Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau
sowan ke Mataram untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal topo ngalong inilah
kemudian timbul nama Pekalongan dan pada waktu topo ngalong ini jamannya Sultan
Agung, maka timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad XVII dan
8
Bappeda, Kajian Dalam Rangka Penelusuran Hari Jadi Kota Pekalongan, Bappeda Kota Pekalongan: Tahun
2006, Hal 9
dalam sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di Batavia
dalam peperangan melawan VOC. Topo ngalongnya Joko Bau ada yang mempercayai
tempatnya berbeda-beda antara lain di Kesesi, Wiradesa, Ulujami, Comal, Alon-alon
Pekalongan dan Slamaran.
a. LEGOK KALONG.
Dalam lakon Ketoprak yang pernah dipagelarkan di Pekalongan oleh Siswo
Budoyo, lakonnya diambilkan dari hasil karya R.Soedibyo Soerjohadilogo, diantaranya
mengisahkan “tatkala Joko Bau putra Kyai Cempaluk berhasil memenggal kepala JP
Coon (VOC) kepala tersebut dibawanya pulang untuk disowankan kepada Sultan Agung
dan dalam perjalanan direbut oleh Mandurarejo, akhirnya tidak punya bukti maka Joko
Bau bertapa kembali di daerah selatan Pekalongan. Dari kata Legok Kalong inilah
kemudian timbul nama Pekalongan di desa “Legok Kalong” dari nama desa itu
kemudian menjadi Pekalongan.
b. KALINGGA.
Sebagian masyarakat Pekalongan beranggapan bahwa letak Kerajaan Kalingga
konon adalah di desa Linggoasri Kecamatan Kajen Kabupaten Pekalongan. Dari
Kalingga inilah kemudian dihubungkan dengan kata Kaling, Keling, Kalang dan
akhirnya menjadi Kalong. Akhirnya dari kata Kalong tersebut kemudian timbulnya
nama Pekalongan, karena Kerajaan Kalingga itu dikenal pada abad VI-VII, maka
timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad VI dan VII.
c. Kalong ( Kelelawar)
Pekalongan berasal dari kata Kalong (Kelelawar), karena di Pekalongan dulunya
banyak binatang kelelawar/kalong, terutama di Kesesi tempat kelahiran Joko Bau putra
Kyai Cempaluk. Dalam versi yang sama, tempatnya lain, yakni dikisahkan di sepanjang
kali Pekalongan (Kergon), di tempat tersebut dulunya ada pohon slumpring dan banyak
kelelawarnya begitu juga di Kelurahan Kandang Panjang Kecamatan Pekalongan Utara
Kota Pekalongan terdapat banyak pohon randu gembyang dan banyak dihuni
kelelawarnya dan dijadikan pedoman bahwa daerah yang banyak dihuni kelelawar
adalah daerah pantai. Dari banyaknya kelelawar (kalong) tersebut kemudian menjadi
nama Pekalongan. Nama pekalongan tersebut dikenal seputar abad ke XVII (jamannya
Bau Rekso).
d. KALANG
Kata Pekalongan berasal dari kata kalang dan kata kalang tersebut ada beberapa
pengertian yaitu: Asal kata dari kalingga dan berubah jadi kata keling kemudian kalang.
• Kata kalang yang berarti hilir mudik.
• Kata kalang berarti nama sejenis ijan laut Cakalang.
• Kata kalang bisa berarti gelanggang, sekelompok.
• Kalang berarti juga diasingkan ke di selong.
Didalam salah satu cerita rakyat daerah Pekalongan ada hutan/semaksemak yang
banyak setan/siluman dan tempat tersebut sangat ditakuti oleh siapapun, kemudian
tempat tersebut dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang–orang
yang membangkangatau membahayakan pada kerajaan Mataram. Dari kata kalang
tersebut kemudian menjadi Pekalongan.
9
e. Asal Daerah Semula
9
Ibid., hal 10.
Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo Kota Surabaya Jawa Timur, yang
sejak jaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah itu dan orang-orang di
tempat tersebut banyak yang pindah ke lain tempat (transmigrasi) dan kemudian nama
Pekalongan digunakan unutk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan along. Kata pek artinya teratas, pak de (si
wo), luru (mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-
hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata Pek-Along artinya mencari ikan
di laut dapat hasil. Dari Pek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONG-AN
(Pekalongan). Masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi
PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang Kota Pekalongan
yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan
tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah
Swatantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11
kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer:
Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatkan persetujuan Pengusaha
Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/
00351/11/1958 tanggal 18 November 1958.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa
dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif
kalong yang berarti berkurang. Sementara kata pek atau amek, seperti yang tercermin
dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa
nelayan lokal. Adapun kata kalong bisa berarti pula sejenis satwa kelelawar besar yang
secara simbolis diartikan sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu
yang suka keluar (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan).
Menurut sumber lokal, yaitu babat Pekalongan, kelahiran desa yang kemudian
menjadi Kota Pekalongan berkait erat dengan kisah tokoh Joko Bau yang berasal dari
desa Kesesi yang disuruh oleh pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepada sultan
agung raja Mataram. Joko Bau Mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari
kalisalak Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau jatuh cinta pada puri tesebut. Sebagai
hukumannya Jaka Bau diperintah untuk mengamankan daerah pesisir yang terus
diserang oleh bajak laut cina. Ia kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko
bau bergant nama menjadi bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan agung untuk
mempersiapkan pasukan dan membuat parahu untuk membentuk armada yang
kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di Batavia ( 1628
dan 1629). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk kembali dan
bertopo ngalong (bergelantung seperti kelelawar) di hutan gambiran. Dari tempat dan
cara bertapa di hutan Gambian itulah kata Pekalongan kemudian lahir.
Lambang Kota Praja Pekalongan tempo dulu yang disahkan pemerintah Hindia
Belanda dengan “Keputusan Pemerintah“ (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer
40 dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama ”Pekalongan” berasal dari
perkataan “along”, artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan
dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan
demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja
Pekalongan (jaman doeloe) berarti : “pek” (pa)-along–an” yakni tempat ditepi pantai
untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala).
(Bandingkan Lambang Kota Praja Pekalongan. Tempo doeloe dengan Lambang Kota
Pekalongan Produk 1957 yang dipakai sampai sekarang).
Santri Kalong Menurut Kyai Raden Masrur Hasan, keturunan Sunan Sendang
yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan
kepada basuki Sunaryo. Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak
bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joko Cilik yang kemudian disebut mbah
Mesjid an pangeran Cilik/Alit serta pangeran cilik adalah buyut Sunan Sendang. dari
istilah santri kalong kemmudian menjadi kata Pekalongan.
Dari asal kerajaan bernama “Pou-Kia-Loung” kemudian menjadi kata Pekalongan
dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan “Bodlain”
di Inggris. Di dalam naskah tersebut menceritakakan perjalanan “Bujangga Manik”
orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa,
diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan.
Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penuturan perjalanannya di empat
daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama
Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama
Pekalongan paling tua dalam naskah pribumi.
Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal
Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahwa`pada tahun ke tujuh masa
pemerintahan “Kaisar- Siouenteh” (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang
mempersembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman “Youen-
Khang dari masa pemerintahan Kaisar Siouen-ti” dari dinasti Han, sedangkan negeri
mereka ini ada tiga jenis penduduk.
• Pertama, orang-orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu,
pakaian dan makanan mereka,Bersih dan sehat.
• Kedua para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka
ini juga sopan santun dan bersih.
• Akhirnya yang ketiga adalah penduduk pribumi, yang yang dituturkan sangat
kotor dan makan ular, semut dan serangga.
Perwujutannya gelap kehitamhitaman. Suatu yang aneh adalah, mereka
berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika ayah atau ibu
mereka meninggal dibawa kehutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan
mereka dinamakan “Pou-Kia-Loung”. Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie
Kiang atau Choun-Ta. Menurut “Prof. D.G. Schlerel” dalam bukunya berjudul “Iets
Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen
Aldo “ termuat dalam majalah “Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell,
jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan “Pou-Kia-Loung“ dalam sumber sejarah
dinasti “Ming” tersebut adalah Pekalongan.
2. Sejarah Kota Pekalongan
a. Pekalongan Masa Kerajaan Hindu Budha
Garis pantai Jawa Kuno sebelah utara sejak dari Semarang – Tegal. Kedua Geolog
tersebut telah menunjukkan bahwa Jawa Utara garis pantai purba merupakan kelurusan
dari Sesar atau Patahan. Pantai Purba/Kuno Pekalongan Masa Abad 7 terdiri dari :
1) Tempat berlabuh kapal yang letaknya di lembah (cekungan bukit)
2) Pelabuhan yang memiliki fungsi sebagai tempat transit dan pelabuhan niaga adalah:
• Pelabuhan Celong yang terletak di sebelah timur Batang
• Celong berasal dari kata “Cela atai Syaila” (gunung) dimana tempat
tersebut disamping berada di Pegunungan juga tempat Syailendra
mendarat pertama kali untuk menduduki Jawa
• Pelabuhan Bandar Batang
• Pelabuhan Doro di Pekalongan yang merupakan pelabuhan niaga
Menurut sumber Cina yaitu Wai-Tai-ta yang menuliskan bahwa Che Po
pulaunya makmur, kaya akan padi dan emas serta aman.
Orang membawa barang dari Pu’-Choa-Lung yang jaraknya jauh di sebelah barat
daya kerajaan. Dari catatan Cina tentang Jawa. Kita mengambil perbandingan dengan
sumber prasasti, yaitu Prasasti Canggal. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya
pada tahun 732 M. Canggal terletak si sebelah utara Pegunungan Merbabu. Prasasti itu
menjelaskan tentang Ratu Sanjaya – Puti Raja Sanna yang bijak dan memakmurkan
Mandala Pulau Jawa. Raja Sanjaya membangun candi di Gunung. Yang menggantikan
Prabu Sanna, setelah sementara singgasana diduduki kakak perempuan Sanjaya,
keamanan terjaga dengan tidak akan kehilangan meskipun pintu rumahnya dibuka baik
siang maupun malam.
Keterangan yang ditulis kedua sumber tersebut, bahwa antara kerajaan dan
pelabuhan yang ada di pesisir barat daya Laut Jawa jauh dari pusat kerajaan. Dapat
dikatakan Pu’-Choa-Lung terletak di pesisir utara Jawa sebelah barat. Dalam sejarah
perdagangan Asia (Groundveld), Daro (Doro) disebut pelabuhan di lembah, yang pada
masa abad 7 dijadikan bandar pelabuhan niaga yang disinggahi oleh kapal-kapal
bermuatan 200- 300 ton. Di Pekalongan ada nama “Doro” (daro) menurut
Geomorfologi, Doro pada masa klasik Hindu Jawa 700 tahun yang lalu terletak di pantai
purba – di sebelah barat daya, utara Jawa, jika demikian Pu’-Choa-Lung atau
Pekalongan tersetak disekitar Doro.
10
Mengikuti hasil penelitian geologi, pengembangan geografi Pekalongan telah
menempati dua masa sebagai suatu daerah ibu kota, yakni masa Pekalongan pada abad
Neolitik hingga masa klasik abad ketujuh, yang disebut sebagai Pekalongan Purba dan
Pekalongan pada masa abad ke XIV yang disebut Pekalongan baru (atau Pekalongan
Panti). Pada masa abad ke VII, kehidupan Budaya Nusantara Hindu Jawa Tengah
berlangsung, di Pekalongan telah tumbuh memasuki masa klasik. Kehidupan
permukiman telah mengikuti perkembangan sesuai dengan letak geografis yang terus
menerus berubah.
Sebelum terjadi sedimentasi pantai membentuk alluvial Kota Pantai Pekalongan,
Pekalongan yang sekarang masih merupakan laut yang dalamnya sekitar 100 – 150 m
dimana paad 1300 tahun yang lalu pantai Pekalongan purba berada didaerah yang
bernama Da-ra (Doro) dan Kedungwuni. Sementara Wonopringgo masih berupa Wanua
sebagai pusat permukiman dan pemerintahan. Dengan kedalaman pantai yang cukup
buat bersandar bagi kapal-kapal untuk berlabuh, Kedungwuni dan Gringsing di Batang.
Telah menjadi pelabuhan Kapal-Kapal Jung dan perahu Cadik, seperti yang
digambarkan pada relief di Candi Borobudur, telah meramaikan laut jawa, sehingga
pada ekspedisi dari penguasa Cina dan India serta Melayu dengan bebas dapat
melakukan hubungan dagang maupun kebudayaan (Setyawati Sulaiman Studi
Ekonografi masa Syalendra di Jawa dan Sumatra). Melihat sejarah pertumbuhan
geografi yang mengikuti perkembangan niaga Pekalongan yang tumbuh sejak dekade
abad ke VII sebenarnya sudah memiliki suatu pola/sistem pranata sosial yang teratur
10
Ibid., hal 16.
dibawah struktur pemerintahan kerajaan. Pada masa itu, masyarakat Pekalongan tinggal
di sepanjang pantai kuno di gunung-gunung. Sebagian dari mereka adalah para migran
yang kedatangannya diperkirakan bersamaan dengan masa Wangsa Syailendra mulai
menduduki Jawa, sebagian lagi adalah waris dari masa Syailendra.
Prasasti Sojomerto yang berada di Limpung, Batang adalah satusatunya prasasti
Syailendra yang menyatakan identitas tentang diri dan keluarganya. Dia adalah
keturunan Pu’ Manuku, gelar “Pu’ adalah gelar jabatan pada Kerajaan Melayu
Sriwijaya. Dan prasasti Sojomerto ditulis dengan huruf Palawa berbahasa Melayu
Kuno. Oleh karena itu tidak heran kalau pada masa Syailendra nama-nama desa dan
nama-nama pangkat jabatan menggunakan tiga bahasa yaitu bahasa Melayu Kuno, Jawa
kuno dan Sansekerta.
11
Tiga bahasa tersebut sering dipakai menurut fungsinya, misalnya Daro yang
berubah menjadi Doro adalah bahasa Sansekerta berarti lembah atau juga pelabuhan,
Petungkriyono dari bahasa melayu yang berarti “bambu”, kriyono berasal dari kata
Karayan yang berubah menjadi Rak’yan. Rakyan Betung (petung) memberikan indikasi
bahwa Kepala Desa Sima Petungkriyono adalah Rakyan Betung. Demikian juga pada
nama-nama desa seperti Wonopringgo, Wonotunggal atau Wonoyoso, Wono disini
bukan berarti “hutan (alas)”, akan tetapi Wono berasal kata “Wanua (desa)”. Mengingat
bahasa Jawa Kuno sampai sekarang nama-nama Desa atau Wanua tidak mengalami
perubahan. Pola desa (Wanua) Sima dan kota mengikuti pola Mandala. Desa-desa
berdiri di dalam kesatuan-kesatuan kelompoknya.
Kesatuan-kesatuan desa yang ada Candinya merupakan Sima. Meskipun ditempat
itu dilengkapi dengan sarana-sarana ekonomi seperti pusat-pusat pelabuhan dan struktur
11
Ibid., hal 18.
sosial yang lengkap namun tidak dapat wilayah itu berkembang menjadi kota.
Petungkriyono adalah sebuah wilayah Swatantra karena daerah itu memiliki sarana
lengkap dipimpin oleh seorang Rakyan dan ada Candinya, ada kesatuan desa (sima)
bahkan ada pelabuhannya di Doro. Nama Petungkriyono tidak berkembang menjadi
kota atau bisa dikatakan kota. Kota hanya dimiliki oleh Raja – yang disebut Raja Negeri
(Ibukota Raja). Dan pada masa Pekalongan kuno, kota hanya berada di Wantilan
(Prambanan Sekarang) yang kedudukannya sebagai ibu-kota kerajaan.
Tipologi sebuah kota pada masa klasik di Jawa, ini hanya berada di pusat
Kerajaan, yang mana dalam hierarki jenjang wilayah ditentukan oleh tingkatan Mandala.
Sebaliknya pada kota-kota yang dibangun dan tumbuh pada masa abad 14-16-an bisa
ditandai dengan konsep-konsep Merchantilisme (Merkantilisme / pasar). Seperti daerah
lain di Jawa Tengah,khususnya di Pekalongan juga banyak dijumpai peninggalan-
peninggalan dari masa Hindu-Budha.perician peningagalan kuno ini telah dibicarakan
oleh Prof.Dr.NJ Krom dan RWM Verbeek dalam Rapporten van den Oudheidkundigen
Dienst pada tahun 1914 dan terakhir, sejak 25 Oktober 1975 sampai dengan 20
November 1957,telah di survei oleh sebuah “Tim Proyek Pembinaan Kepurbakalaan,
dan Peninggalan Nasional. Hasilnya, termuat dalam majalah “Berita Penelitian
Arkeologi Nomer 9 tahun 1977.
Keterangan tertua mengenai peninggalan kepurbakalaan di daerah Pekalongan
sebenarnya berasal dari bekas Gubernur Jendral Inggris di Jawa, ”Thomas Stafo Raffles
, dalam bukunya “The History Of Java “, jilid II yang di terbitkan oleh London pada
tahun 1817,dalam hal ini Raffles menyebutkan adanya penemuan sebuah “Jaladwara”
(saluran air). Lima puluh satu tahun berikutnya “JFC Brumund” menyajikan sebuah
uraian yang lebih luas dalam bukunya:”Bijd age tot de kennis van Java (1868)”,
mengenai koleksi temuan di halaman karesidenan Pekalongan.
Peningalan kuno ini terdiri dari 12 buah perwujudan kecil dari batu.Tiga buah
diantaranya berupa arca Ganesa dan sebuah lagi arca Durga. Menurut Prof.Dr NJ Krom
dan RWM Ve Beek, disamping semua arca ini, semula masih terjumpai sejumlah arca
kecil lainya.
Delapan buah diantaranya telah terkirim ke negri Belanda dan 14 arca kecil
lainnya telah dikirim ke Musium Nasional di Jakarta. Dari keseluruhan arca ini dua buah
diantaranya berupa arca Trimurtti,dan arca Brahma, Durja dan Mahadewa dan dua buah
arca Ganesa. Sebagian besar barang temuan ini berasal dari Dieng. Barang peninggalan
lainya semasa jaman Hindu-Budha di daerah Pekalongan dan sebagainya.
Dijumpai pula berbagai tempat dan terdiri dari berbagai bentuk. Seperti di daerah
kecamatan Doro (dara) terdapar sebuah arca Durga, berasal dari daerah Dieng dan
sebuah relief yang menggambarkan seorang laki-laki bertangan empat, mengenakan
kain panjang, berdiri di atas sepanjang naga bertanduk. Tangan kanan belakangnya
memegang mangkok. Masyarakat menyebutnya “Panji”. Disamping masih banyak
terjumpai “Jaladwara” (saluran air) yang sudah sngat aus (rusak) dengan sebuah arca
menggambarkan seorang perempuan memegang guci dan mulut saluran.
Penduduk setempat menyebutnya “Prawan Sunthi”. Masih di kecamatan Doro,
adalah di dukuh Bandaraga,desa sawangan, terdapat sebuah arca yang disebut “Baran
Sekeber”, sedangkan di kawasan “Suralaya”, menurut Prof DNJ Krom dan RWM
verbeek, terdapat sebuah bukit kecil dengan batu-batu kali, yang menurut cerita tutur
penduduk setempat konon merupakan “Kraton Miriloyo”. Masih ada lagi peninggalan
sebuah peninggalan kuno yang tidak kurang menarik dari daerah kecamatan Doro dan
telah disebutkan oleh Krom dan Verbeek dalam laporan kepurbakalaanya.
12
Yakni yang terletak di jalan dari Raga Selo ke Rokom, disebut tempat yang
disebut Alas Kaum”, dua buah arca raksaksa yang disebut “Raja Buta”. Kecuali
penianggalan araca ini dikawasan yang sama masih terdapat enam buah batu kali yang
disebut “Batu Umpak” ,sedang disebelah atasnya terdapat sebuah batu berhias berbentuk
persegi empat dengan sebuah alat penumpuk, batu ini disebut masyarakat “Batu
Linjing”. Di kawasan gunung Raga Selo ini juga pernah dijumpai sebuah frakmen batu
bertulis yang kemudian dibawa kePekalongan, sedang sebuah serupa juga pernah
terjumpai di Masjid Kunop Raga Selo. Prakmen yang terakhir ini kemudian di bawa ke
Museum Nasional Jakarta, menurut dugaan frakmen batu bertulis ini ada berasal dari
tahun 1571.
Kemudian di wilayah kecamatan Petungkriyono (yang menurut Kusnin Asa,
Petungkriyono, dari bahasa melayu yang berarti ”Bambu”, Kriyono dari asal kata
“Karayan” yang berubah menjadi Rakyan”. Rakyan Betung (petung) memberikan
indikasi bahwa kepala desa Sima Petung Kriyono adalah Rakyan Betung). Kematan ini
terdapat peninggalan lama di Dukuh Kembangan, Desa Tlagapakis, dimana terdapat
“Candi Gedong” bangunan berupa setinggil terdiri dai lempengan-lempengan batu hitam
tersusun bagaikan kotakdengan tutup diatasnya.
Masyarakat setempat menyebutnya “Pesalatan Sunan Bagus” dari Cirebon.
sebutan ini cukup menarik perhatian sejarahwan karena menurut keterangan Team
Survei Proyek Pembinaan Kepurbakalaan dan Peninggalan ,juga terdapat susunan batu
semacam dan disebut “Setinggil” di Cirebon. Lebih kurang dari 30 M dari “Candi
12
Ibid., hal 19.
Gedong” terdapat sebuah arca Ganesa. Penduduk menamakan “Batara Guru” dan
memandangnya sebagai pengawal Sunan Bagus, sekaligus pengajar para canriknya.
Disebelah arca ini masih terdapat sebuah arca lain, perwujudan nenek moyang
penduduksetempat, yang disebutnya “Mbok Ayu Mas” dan menganggapnya sebagai istri
Bathara Guru. Dalam laporan kepurbakalaan Krom dan Verbeek selanjutnya, juga
menyebutkan adanya penemuan “Naskah Lonta” di kawasan Lolong Karanganyar yang
pada jaman penjajahan Belanda termasuk kawasan Distrik Doro, dan disebuah tempat
keramat di pekuburan “Prendengan” (sekarang Sinongohprendeng Kajen) naskah-
naskah ini telah dibawa Museum Nasional Jakarta. di samping itu peninggalan nama
desa, peradaban, adad istiadad, seni budaya yang ada kaitanya di jaman Hindu- Budha di
Pekalongan.
b. Pekalongan Masa Kerajaan Islam
Ketika kerajaan Sriwijaya sedang mengembangkan kekuasaannya yakni seputar
abad 7 dan 8, Selat Malaka sudah mulai dilalui pedagangpedagang muslim, dimana
mereka itu berlayar menuju ke daerah pesisir lewat beberapa pelabuhan utara pulau
Jawa. Berdasarkan “Berita Cina“ dari jaman Dinasti T’ang pada abad tersebut, sudah
ada orang muslim yang berada di Kanton maupun Sumatera dan sebagian kecil pantai
utara pulau Jawa.
Perkembangan Pelayaran dan Perdagangan yang bersifat internasional antara
Negeri Barat dan timur Asia, diantaranya disebabkan oleh kegiatan Kerajan Islam di
bawah Banu Umayah di bagian Barat dan Kerajaan Cina Dinasti T’ang di Asia Timur,
serta Kerajan Sriwijaya di Asia Tenggara. Waktu kerajaan Sriwijaya sudah mundur di
bidang ekonomi danperdagangan, hal inilah menjadaikan lama kelamaan pengaruh
Sriwijaya.
Pada sekelilingnya mulai pudar. Kemunduran tersebut juga karena usaha Singosari
dari Jawa Tengah yang mengadakan ekspedisi Pamalayu pada tahun 1275. Menurut
“Berita Cina“ Chou Fei jelaskan bahwa hal itu dimaksudkan untuk menguasai kunci
pelayaran dan perdagangan yang sebelumnya dikuasai oleh Sriwijawa. Kesempatan
itupun oleh pedagang Muslim digunakan untuk memperoleh keuntungan dagang dan
politik lewat mubaligh-mubalighnya. Kemudian mereka inipun mendukung bagi daerah
yang muncul corak Islamnya, seperti di daerah Samodera Pasai (daerah Aceh), dimana
merupakan munculnya Kerajaan corak Islam pertama di Indonesia.
Pengaruh Islam di Jawa sendiri menurut peninggalan lama di Leran Gresik Jawa
Timur menunjukkan tahun 475 H atau 1082 M, hal ini dibuktikandengan
diketemukannya batu nisan makam Fatimah binti Maimun, namun ini bukan berarti
telah adanya Islamisasi di Pulau Jawa. Berita Cina lainnya yakni Ma Huan (beragama
Islam) pada tahun 1416 mengunjungi Gresik dan sudah banyak di daerah ini pengaruh
dan pengikut Muslim dan sudah ada masjid yang lebih dari satu. Pertumbuhan
masyarakat Muslim di sekitar Majapahit terutama daerah pesisiran erat sekali
hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-
orang muslim di pesisir utara Pulau Jawa termasuk Pekalongan, sebermula memang
tidak dirasakan akibatnya terutama dalam bidang politik. Soalnya kedua belah pihak
waktu itu khusus mementingkan usaha untuk memperoleh keuntungan dagang saja.
Sejak kelemahan-kelemahan yang dialami pusat Kerajaan Majapahit, mempercepat
bentuk kekuasaan politik seperti munculnya Kerajaan Demak Bintoro di Jawa.
13
Sampai abad ke 16 wilayah pantai Pekalongan dan sekitarnya merupakan daerah
tang jarang dihuni penduduk dan masih tertutup hutan belantara. Sementara di daerah
lain seperti Demak, Jepara, Kudus dan pati telah berkembang menjadi daerah penting.
Wlayah pantai Pekalongan berkembang setelah daerah pedalaman Pekalongan yang
terletak daerah perbukitan tumbuh menjadi pedesaan yang makmur. Time Pires
menyebutkan bahwa wilayah pedesan Pekalongan tersebut dikuasai oleh pangeran
muslim dari kerajaan Demak.
Pekembangan wilayah Pekalongan dan wilayah pesisir lainnya mengalami
peningkatan pada awal abad ke 17, bersamaan dengan perluasan wilayah kerajaan
Mataram di bawah Sultan Agung (1613-1645). Schrike secara rinci menggambarkan
adanya hubungan antara pusat kerajaan dengan wilayah pesisir yang dikuasai leh
Mataram ini melalui jalan darat yang menjulur dari kota istana ke Kota Tegal,
Pemalang, Kendal dan Jepara ( Joko Suryo: 2006,2). Menurut De Haen, seorang
Belanda yang pada 1622 melakukan perjalanan ke Mataram lewat pesisir Utara Jawa,
menyebutkan bahwa daerah Pekalongan pada masa itu telah di perintah oleh “Pangeran
Mandurajo dan pada 1623 di gantikan oleh Upasanta‘ (De Jonghe, Opkomst,1V,292).
Keduanya merupakan pejabat teras kerajaan Mataram pada masa pemeritahan
Sultan Agung. Seperti halnya Bau Rekso, Mandurejo dan Upasanta juga ditunjuk
menjadi laksamana perang untuk menyerang Kompeni di Batavia. Sementara itu ‘Serat
Raja Purwa “juga menyebutkan bahwa Pekalongan kemudian di perintah oleh Adipati
Jayaningrat. Menurut Nagtegal dalam buku Riding the Dutch Tiger menyebutkan bahwa
13
Ibid., hal 21.
secara berturut-turut Bupati Pekalongan di jabat oleh keluarga besar Jayaningrat, yaitu
Jayaningrat 1(1707-1726), Jayaningrat II (1726-1743), Jayaningrat III (1743-1759)
Jayaningrat IV (1759-tidak diketahui).
Dengan menterjemahkan keterangan Henrick De Hean ke dalam gambar dapat
dikatakan ruang “formal” kota Pekalongan pada abad 16, memiliki tipologi kota
tradisional Jawa yang dibangun semasa Demak sampai Mataram Islam. Tipologi kota
yang tumbuh di pesisir utara semuanya dipengaruhi oleh pola-pola Islam di Timur
Tengah yang berkembang pada zamannya.
Ruang-ruang formal memiliki fungsi sebagai sarana aktivitas berkumpul,
beribadah, kegiatan ekonomi dan hukum. Pengaruh Islam di pesisiran Utara Pulau Jawa
nampak nyata, dan di Pekalongan sendiri telah bermunculan masjid-masjid di berbagai
pelosok di waktu itu, dan yang di Kota adalah Masjid Koeno Sapuro, dimana menurut
prasastinya dirampungkan pada Tahun 1134 H atau 1714 M dan masjid Jami’ Kauman
Pekalongan yang dibangun Arsitek Jawa Asli R. Tumenggung Bahkan bukan hanya
perdagangan saja yang ramai namun jenis-jenis kebudayaan dan kesenian nampak
berkembang yang bernapaskan Islam.
Seni pewayangan sudah mulai nampak berkembang, dimana lakon yang
dibeberkan sedikit banyaknya menyinggung keislaman. Bahkan menurut Dr. Kusnin
Asa lain lagi, yakni situasi Pekalongan pada waktu itu lebih baik ketika Hendrick De
Haen, pejabat Gubernur wilayah Timur VOC, bersama Tumenggung Ronggo, Bupati
Tegal yang dalam laporannya tanggal 12 Oktober 1623 antara lain menyinggung situasi
tata kota Pekalongan semasa itu yang dilihatnya dan kemudian dikatakan : “Saya tinggal
di rumah Bupati Pekalongan. Di depannya terdapat halaman luas (alun-alun)
sekelilingnya ditanami pohon Beringin, di kiri terdapat bangunan masjid tempat
sembahyang Muslim dan bagian kanannya ada bangunan besar rumah kayu untuk
menghukum orang-orang bersalah.
14
Masalah kebudayaan yang menonjol adalah bisa mengawinkan kebudayaan lama
dengan baru (Hinda, Budha, Islam dan Kristen). Unsur kebudayaan lama dipadukan
dengan kebudayaan baru, serta unsur-unsur agama apapun dicari persamaannya yang
kemudian melahirkan suatu bentuk budaya baru, seperti halnya garebeg dan sebagainya.
Kemudian tahun Saka (Caka) yang berdasarkan perjalanan matahari, diganti dengan dan
disesuaikan dengan hitungan tahun hijriyah (Islam) yang berdasarkan perjalanan bulan,
yang kemudian terkenal dengan sebutan Ano Jawa. Bidang kesusasteraan Sultan Agung
menyusun buku filsafat yang disebut sastra gending.
Perkembangan kewalian ini konon ceriteranya nama Pekalongan sudah ada sejak
lama dan legenda di daerah Pekalongan menceriterakan bahwa salah satu wali yang
bernama Syeh Siti Jenar (Syeh Lemah Abang), yang menyebar luaskan paham “Kawula
Gusti”, makamnya berada di desa Lemah Abang, Kecamatan Doro Kabupaten
Pekalongan (mungkin hanya petilasan).
Menurut beberapa naskah, di Jawa sebelum perkembangan Islam terlebih dahulu
diadakan suatu musyawarah di kalangan para Wali, dan membahas soal Iman, Tauhid
dan Ma’rifat. Dalam musyawarah ini terdapat juga kritik-kritik terhadap mistik tentang
siapa wujud Allah itu sebenarnya. Pernyataan seorang wali yakni Syeh Lemah Abang
tentang “Kawula Gusti” yang menganggap dirinya penjelmaan Tuhan, mendapatkan
tantangan hebat, dimana pada akhirnya Syeh Lemah Abang dijatuhi hukuman mati di
daerah Cirebon.
14
Ibid., hal 23.
Menurut babad Caruban karya Pangeran Sulondraningrat, (salah satu turunan
langsung dari Sunan Gunung Jati), makam Sunan Lemah Abang ini di Kemlaten
(Pemlaten) di pinggiran kota Cirebon, yang dalam ceriteranya disebutkan bahwa setelah
Syeh Lemah Abang wafat dan dimakamkan, ketika makamnya akan dibuka kembali,
jasadnya telah berubah menjadi bunga melati dan sekitar makam tersebut berbau wangi.
Maka tempat dimana makam tersebut pada akhirnya dinamakan Kampung Kemlaten
atau Pemlaten. Agaknya soal paham Syeh Lemah Abang ini dengan kawula gustinya itu
perkembangannya pernah meluas di Pekalongan, yang pada masa selanjutnya terkenal
dengan istilah Islam Abangan (Islam menurut paham Syeh Lemah Abang).
Di Indonesia, tarikat-tarikat yang berpengaruh adalah Qadiriyah, Naqsyawatiah,
Sammaniah, Qusyaiyah, Syatariah, Syariliah, Khalwatiah dan Tianiah (ajaran Tasawwuf
berhubungan dengan Tarikat, yakni yang disebut, Sufi dalam mendekatkan dirinya pada
Tuhan).
Pada mulanya Tarikat Qadiriyah tidak banyak berpengaruh di kalangan
masyarakat, namun kemudian pengaruhnya lebih besar dari yang lain terutama di daerah
Pekalongan dan Aceh, malahan mendapatkan pengikut tertinggi. Pendiri Tarikat ini
adalah Syeh Abdulqodir Jelani (dari Arab) dimana untuk daerah Pekalongan sendiri
banyak makam yang katanya makam beliau ini.
15
B. Tinjauan Umum Tentang Batik Pekalongan
1. Sejarah Batik Pekalongan
Batik telah lama menjadi pakaian yang umum dikenakan kalangan petani sejak
jaman Majapahit, atau jauh sebelum batik telah ditetapkan sebagai pakaian resmi
15
Ibid., hal 36.
kerajaan oleh Mataram. lalu bagaimana dengan sejarah perkembangan batik di
Pekalongan, Proses membatik di wilayah Pekalongan di mulai oleh para pengikut
Pangeran Diponegoro yang menetap, dan kemudian mengembangkan usaha batik di
sekitar daerah pantai ini, yaitu selain di daerah Pekalongan sendiri, batik tumbuh pesat
di Buaran, Pekajangan dan Wonopringgo. sedang Industri batik dimulai ketika sejumlah
perempuan Indo Eropa mulai membuat batik, barangkali terjunnya mereka dalam proses
pembuatan batik dipengaruhi sebuah kecenderungan di kalangan mereka yang
menjadikan sarung sebagai busana resmi.
Mereka yang terjun dalam kegiatan batik ini adalah istri-istri dari sejumlah orang
Eropa yang tinggal di Pekalongan, sebagian besar rumah mereka berada di antara
Kantor Residen dan Rumah Residen di Kota itu, yang sekarang merupakan jalan
Diponegoro, Jl Imam Bonjol serta Jl Progo. Industri Batik Pekalongan dimulai oleh
Caroline Josephine Van Franquemont.
Ia adalah orang Indo Eropa pertama yang membikin batik, yang prosesnya di
lakukan sekitar tahun 1850-1860. Ia tidak menjalankan kegiatan itu di Pekalongan tetapi
di Semarang lalu di tahun 1860 batik juga dibikin oleh Veldhiusen dan Heringas yang
disebut sebagai pembatik yang sangat dipengaruhi gaya Belanda. Noni Belanda yang
lain adalah Lien Metzelaar, dia melakukan pekerjaan itu dari tahun 1870-1920, dan
sebenarnya masih banyak nama yang dapat disebutkan. Tetapi yang paling terkenal di
antara mereka adalah Eliza Charlota Van Zuylen. Masuknya kalangan perempuan Indo
eropa dalam proses produksi pada saat itu, telah menyebabkan sejumlah perubahan pada
batik pesisir, Sejarah keberadaan batik pesisir.
Batik Pekalongan sangat cosmopolitan dengan corak ragam khas India, Persia,
Turki, Cina dan Belanda sangat terlihat jelas, Bahkan menjelang tahun 1940 di
Pekalongan muncul batik dengan gaya Jepang, yang disebut Batik Java Hokokai. Sekitar
1960 an, batik tulis di Pekalongan sudah mengalami masa kejayaan. Dilanjutkan batik
cetak yang maju pesat sekitar 1970-1980, Bersamaan dengan itu, batik tulis justru
terangkat derajatnya dan tetap menjadi perhatian bagi mereka yang punya cita rasa seni
tinggi.
Dulu para langganan datang ke pasar batik, yang keberadaanya di sekitar
Kampung Arab, atau di sekitar jalan Semarang, jalan Bandung dan jalan Surabaya
Pekalongan Timur pada masa itu adalah masa kejayaan batik Pekalongan, orang mencari
nafkah sangat gampang, boleh dibilang hanya bermodal “omong” orang bisa dapat uang
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, begitulah kejayaan batik Pekalongan di
era tahun enam puluhan.
Ditengah berbagai gejolak pasang surut, batik tulis dan cap menghadapi pesaing
beratnya ketika muncul teknologi printing, yang diproduksi secara massal kain berupa
printing bermotif batik, Bisa dikatakan batik mengalami matisuri, Batik bagaimanapun
menjadi urat nadi sebagian besar warga kota Pekalongan, Selayaknya Pemerintah
memberikan perhatian yang besar. Tentu banyak hal bisa dilakukan oleh pemerintah
antara lain dengan mempromosikan batik Pekalongan sampai ke mancanegara serta
membuat label pemisah antara batik cap, batik tulis dengan printing bermotif batik.
Berbagai upaya harus dilakukan untuk meraih kembali kejayaan batik, diantaranya terus
melakukan Inovasi serta upaya melestarikan kecintaan batik bagi generasi penerus
kita.
16
a. Perusahaan Batik Milik Pengusaha Indo-Eropa di Pekalongan
Pada paro terakhir abad ke-19, Pekalongan tumbuh menjadi suatu pusat produksi
batik yang besar peranannya. pusat-pusat industri batik cap lainnya yang juga besar di
kawasan pesisir utara terdapat di Batavia, Semarang, Lasem dan Surabaya. Di samping
industri batik cap yang sepenuhnya berada di tangan kaum pedagang Cina dan Arab
terdapat pula usaha kerajinan batik canting, yang ditangani para wanita Indo-Eropa.
Tidak seperti pendahulu mereka di Semarang, pengusaha batik yang pertama-tama
dari kelompok ini di Pekalongan tidak langsung memperkerjakan pembatik sebgai
tenaga kerja tetap, seperti yang dilakukan para pendahulu mereka di Semarang. Pada
awalnya mereka memesan sarung kepada wanita-wanita pembantik yang bekerja di
rumah masing-masing, untuk kemudian dijual.
Apabila penjualan berlangsung lancar, mereka lantas memberikan pesanan dengan
kuantitas lebih besar. Jika penjualan tetap saja berlangsung dengan memuaskan,
selanjutnya dipekerjakan tenaga-tenaga pembatikan terbaik dengan sisitem pemberian
perskot ( uang muka) Pada mulanya pekerjaan pemberian warna pun diserahkan kepada
pihak lain, yaitu perusahaan-perusahaan yang khusus melakukan hal itu. Namun penting
artinya bagi para wanita pengusaha tadi untuk menciptakan ragam warna mereka sendiri
dari bahan nabati, mengingat warna-warna khas pada batik dapat memainkan peran
16
Hiroshi
Dalam buku The Development of Javanese Cotton Industry yang disusun Matsuo
menentukan dalam penjualannya. Pihak konsumen mengenali produk masing-masing
pengusaha dari ragam warna yang merupakan kekhasan mereka.
17
b. Para Pengusaha Batik Indo-Eropa di Pekalongan
Kemungkinannya nyonya Fisfer adalah salah satu seorang yang paling dulu
membatik kegiatan usaha batik canting di Pekalongan. Dialah yang pertama-tama
membubuhkan tanda tangan pada batik buatan perusahaannya. Seperti suadah
disebutkan, ia tinggal di pinggir kawasan Kauman (Kampung Arab), atau yang
sekarang lebih di kenal dengan kampung Batik Kauman Pekalongan, bersama seorang
keponakan perempuan yang dipungutnya. Keponakan itu nanti juga dapat melanjutkan
kegiyatan usahanya.
Susanah Weston Gregory dilahirkan pada 4 juni 1847 di Birkenkead, Inggris.
Orang tuanya adalh Samuel Gregory, seorang tukang ketel uap. dan Emma Weston.
Pada 3 September 1867 ia menikah dengan William Ferns di greja Katolik Roma di
Liverpool. Suaminya, masinis pada sebuah kapal samudera Inggris bermesin uap, saat
itu berumur 30 tahun. Ketiga orang anaknya mati muda dan mereka memutuskan
untuk pergi ke jawa. Sekitar 1875 mereka menetap di Surabaya.
Kemudian mereka pindah ke Pekalongan, sewaktu William berhasil mendapat
pekerjaan di sebuah pabrik gula di kawasn itu. Rumah mereka di Residentswg, sebua
jalan yang sejajar dengan Heerenstraat, agak lebih jauh dari sungai. Di sisi
seberangnya terletak kampung Kandang Ayam. Residentsweg diberi julukan serupa
oleh rakyat setempat. Rumah-rumah di sepanjang jalan itu berbeda-beda ukurannya.
17
Herman C. Velghuisen, Pengaruh Belanda Pada Batik dari Jawa Sejarah dan Kisah-Kisah di Sekitarnya,
Jakarta: Gaya Favorit Press, 1993, Hal 60
Pekarangan belakang yang memanjang dari rumah-rumah itu berbatasan dengan
kampung-kampung kecil.
Di Pekalongan suami-istri Ferns dikaruniai tiga orang anak, Susannah Elisabeth
yang dilahirkan pada 1880, Emma Marie (1882) dan George (1885). Pendaftaran
kelahiran Emma di kantor catatan sipil dilakukan oleh pria tetangga mereka yang
bernama Simonet, karena saat itu suaminya William sedang berada di pabrik yang
letaknya lumayan jauh dari rumah. Oleh simonet, nama bayi yang baru dilahirkan itu
didaftarkan dengan lafal’ Marie, bukan mary seperti seharusnya. kekeliruan itu
kemudian ternyata tidak bisa diubah lagi.
Nyonya Ferns mencari penghasilan tambahan sebagai tukang jahit para wanita
kalangan atas kota itu, seperti misalnya istri Resident dan istri Notaris. ia juga
memperkerjakan wanita-wanita pribumi sebagai pembatik untuk memproduksi
sarung.
18
Veldhiusen dan Heringas yang disebut sebagai pembatik yang sangat
dipengaruhi gaya Belanda. Noni Belanda yang lain adalah Lien Metzelaar, dia
melakukan pekerjaan itu dari tahun 1870-1920, dan sebenarnya masih banyak nama
yang dapat disebutkan. Tetapi yang paling terkenal di antara mereka adalah Eliza
Charlota Van Zuylen.
19
c. Perusahaan-Perusahaan Batik Cina Di Pekalongan
Pada kurun waktu sekitar peralihan abad yang lalu di perusahaan-perusahaan batik
milik orang Cina di Pekalongan diproduksi batik yang sepintas lalu tidak ada bedannya
dengan produksi perusahaan-perusahaan batik indo-Eropa, dilihat dari segi desain,
teknik maupun ragam warna yang diterapkan. Namun tanda tangannya adalah dari orang
18
Ibid,. hal 69.
19
Ibid., hal 89.
Cina peranakan atau totok. Para wanita Cina peranakan yang melakukan kegiatan usaha
produksi batik ini pada umumnya adalah istri-istri orang Cina pedagang katun dan bahan
produksi batik, seperti halnya di pusat-pusat batik yang laian di sepanjang Pesisir utara,
dibandingkan dengan para wanita Indo-Eropa yang bergerak di bidang kegiatan usaha
sama banyak di anatara mereka menerapkan pengawasan kerja dengan sangat ketat.
Mereka tidak disukai buruh mereka sendiri, para pembantik.
Pada tanda tangan mereka yang tertera pada batik buatan perusahaan mereka, di
depan nama Cinanya ada tulisan ‘ Mevrouw’ atau ‘ Njonja’ yang kadang-kadang
ditampilkan dalam bentuk singkatan: ‘ Njo atau ‘ Nj. Namun kebanyakan tanda tangan
Cina pada produk batik Pekalongan adalah dari para pengusaha yang lelaki. Mereka
yang membuat desain dan mengatur proses pewarnaan, sementara pihak istri mengawasi
kerja para pembatik. Di antara nama-nama Cina itu ada yang ditampilkan mengikuti
kebiyasaan Eropa, huruf-huruf depan nama diri ditempatkan di depan nama keluarga,
seperti ‘ E. Tio’ dan ‘ P.D. Tio’ misalnya mereka adalah orang-orang Cina yang
mendapat status Gelijkgesteld ( disamakan dengan bangsa Eropa) dari Gubernemen.
Gubernemen menerapkan pembeda-pedaan antar tiga golongan penduduk: orang
Eropa, inlander (pribumi atau bumiputra) dan Vreemde Oosterlingen ( Orang Timur
Asing). Orang Arab, ( yang berasal dari anak benua India) dan Cina termasuk goongan
yang disebutkan paling belakang. Orang Jepang dan Thailand disamakan statusnya
dengan orang Eropa.
20
a. Batik masa pendudukan jepang
Masa kolonial Belanda yang panjang telah mengakibatkan berbagai macam
penderitaan rakyat khususnya masyarakt lapisan bahwa. kegiyatan ekonomi pasca
20
Ibid., hal 114.
kejayaan pabrik gula di pekalongan yang menimbulkan sederetan kemiskinan, tidak bisa
lagi mengangkat kehidupan petani dan buruh, bahkan menambah kesengsaraan rakyat.
hal itu mengakibatkan terjadi pemberontakan dan tuntutan untuk melawan para pamong
praja ( kaum priyayi) yang selama itu berkerja untuk belanda.
perang dunia II telah mengakibatkan situasi perdagangan mengalami kekacauan
dan terhenti, baik ekspor maupun impor, adanya situasi yang sedemikian rupa itu,
menyebabkan jepang juga menerapkan system penjatahan bahan sandang selain
pengaturan tentang pangan, sebagian besar rakyat hanya memakai penutup badan
seadanya untuk sekedar menutupi badan daripada telnjang.
Sejak awal pendudukan sepuluh pabrik tekstil di jawa telah diambil alih oleh
jepang termasuk babrik terbesar vmilik belanda di ambil oleh jepang yanga ada di tegal
pabrik tekstil di tegal itu telah menghasilkan bahan kain seharga 15 juta rupiah setiap
tahunya dan memperkerjakan tidak kurang 12000 buruh pribumi, tekstil hasil dari tegal
itu di sebagian didistribusikan oleh jepang ke pada rakyat di karesdenan peakalongan
melalui para pamong yang diserahi tugas membagikan jatah sandang, namun demikian
guna membangkitkan semangngat rakyat di bidang pembatikan, maka beberapa jenis
tekstil berkualitas disediakan untuk para pengrajain batik agar mereka dapat
memproduksi batik kembali.
Jepang sangat menaruh perhatian terhadap industri batik pekalongan karena secara
kebetulan ragam hias batik pekalongan memiliki kesamaan ragam hias seperti
beberagam hias yang diterapkan pada kimono jepang pada tahun 1943 melalui
organisasi hokokai tersebut pengusaha batik pekalongan digerakan untuk membuat batik
bergaya jepang organisasi hokokai merupakan awal dimulainya batik pekalongan yang
di buat dan berkembang pada pendudukan jepang ( 1942-1945) yaitu batik Djawa
hokokai batik tersebut dinamkan batik Jawa Hikokai karena setiap orang yang membuat
batik untuk organisasi Hokokai bersemangat.
21
Keistimewaan seni kerajinan batik di daerah bagian barat jawa tengah yang hanpir
berdekatan dengan daerah tegal dan cirebon ini adalah bahwa para pengrajin batik di
daerah tersebut selalu berupaya menciptakan model ragam hias batik yang mengikuti
perubahan zaman, di samping itu secara tereus menerus menyesuaikan gaya dan selera
sesuai dengan kondisi daerah pemesannya dalam menciptakan ciri khas.
Sewaktu zaman pendudukan jepang misalnya, mereka menciptakan batik jawa
hokokai dengan ragam hias dan tata warna yang mirip ragam hias kimono jepang,ciri
khas batik jawa hokokai ini dikenal dengan istilah pagi-sore istilah ini diperoleh pada
masa itu karena orang harus menghemat; sehingga pada sehelai kain berisikan dua
ragam hias yang berlebihan. Tata warna gelap untuk sore hari dan tata warna terang atau
muda dipakai untuk pagi hari begitupun pada sekitar tahun 1960-an batik Pekalongan ini
juga memunculkan ragam hias Trikora sesuai dengan peristiwa nasional pembahasan
Irian Barat.
Seni kerajinan batik di daerah Pekalongan ( juga di daerah sekitarnya seperti
Pemalang Kaliwungu, Batang) bagaimanapun merupakan mata pencaharian pokok bagi
masyarakatnya. salah satu seni kerajinan batik yang terkenal dari Pekalongan ini adalah
kaian batik ungu,raos,hijau muda dan lain-laian.
22
21
Kusnin Asa, Batik Pekalongan Dalam Lintasan Sejarah Batik Pekalongan on History, Paguyuban Pecinta
Batik Pekalongan Gabungan Koperasi Batik Indonesia( Gkbi) dan Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin), jakarta
2006, Hal, 10
22
koko Sondari, Yusmawati Album Seni Budaya Album Of Art And Cultur Proyek, pengembangan media
kebudayaan direktorat jendaral kebudayaan, departemen Pendidikan Nasional Republic Indonesiaa 1999/2000,
Hal 18
2. Nama Istilah Dalam Batik Pekalongan
Pekalongan adalah salah satu kota yang terletak di pantai utara jawa atau dengan
kata lain Pekalongan adalah Pesisir Utara Jawa. Oleh karena itu batik yang berasal dari
Pekalongan di kenal dengan istilah batik pesisiran, batik pesisiran juga merupakan
predikat untuk batik-batik yang dibuat diluar daerah Yogyakrata dan Solo, walaupun
daerah tersebut tidak terletak di pesisir/ pantai.
Istilah batik Pekalongan yang terkenal adalah ada tiga macam istilah batik yang
biasa di sebutkan dalam sejarah batik di pekalonagan adalah:
a. Batik Pribumi
Yaitu batik yang dibuat dengan selera dan gaya pribumi. Batik ini diproduksi oleh
sebagian masyarakat asli Pekalongan/ pribumi. Sebagaimana diketahui di daerah pesisir
Pekalongan tidak ada kraton sehingga tidak ada raja-raja yang membatasi motif/corak
batik yang boleh dibuat dan dipakai oleh masyarakat di luar kraton. Karena itu maka
batik Pekalongan yang diproduksi oleh masyarakat asli Pekalongan tidak terkait oleh
ketentuan raja-raja, sehingga motifnya sangat bebas, bahkan ada batik Pekalongan yang
dibuat sampai dengan delapan motif, Batik pribumi Pekalongan ini menpunyai
keistimewaan yaitu sangat cepat mengikuti perkembangan pasar, dengan memproduksi
batik-batik cepat laku dipasaran.
b. Batik Encim
Batik ini dari namnya sudah dapat diduga bahwa diproduksi oleh sebagian
masyarakat keturunan Cina dengan pengaruh tata warna dan budaya leluhurnya. Batik
Encim dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar yang didasari oleh motif/ ragam
yang diterapkan pada kain batik tersebut yaitu:
• Buketan, biasanya motifnya banyak dengan untain bunga (buket) dengan warna-
warna tertentu dari Timur (antara lain bunga mawar).
• Budaya Cina, biasannya motif/ragam hiasnya diisi dengan budaya negara
leluhurnya, dengan ganbar simbul kebudayaan antara lain gambar naga atau kupu-
kupu.
• Ragam hias lukisan, biasanya motif/ ragam hias ini diisi dengan corak lukisan
antara lain arak-arakan pengantin Cina.
c. Btik Londo
Seperti halnya batik Encin, batik yang dibuat oleh sebagian besar masyarakat
keturunan Belanda, dengan motif/ ragam hiasnya dipengaruhi oleh selera/budaya
Belanda. Kebudayaan batik Londo ini berupa kaian saraung karena dianggap lebih
praktis dalam memakainya. Motif / ragam hias yang diterapkan antara lain buketan
bunga-bunga gaya Eropa ( Krisan, anggur). Juga ada ragam hias berupa lambang atau
permainan kalngan pendatang Belanda yaitu kartu bridge.
Ketiga golongan batik Pekalongan ini berkembang secara berdampingan, masing-
masing telah menpunyai penggemar dan atau pembeli masing-masing Batik Pekalongan
pribumi merupakan yang tertua diantara ketiganya. Namun tidak ada catatan akurat
kapan dan oleh siapa batik ini dibuat yang pasti batik ini sudah ada sebelum para
pedagang Cina dan Belanda berniaga ke Pekalongan.
Dari catatan yang ada diketahui bahwa batik Peklaongan zaman dulu mencapai
kejayaannya sekitrar tahun 1850 antara laian batik produksi Eliza Van zyylen, OEY
SOEN KING dan sampai menjelang perang Dunia II dikenal juga batik produksi Ny.
Sastromulyono. Mengingat bahwa kebiasaan orang Indonesia tidak selalu membuat
catatan apa yang telah dikerjakan, maka penelusuran batik Pekalongan khusunya dan
batik Indonesia pada umumnya akan mendapatkan banyak kendala penulis pun tidak
dapat mengungkap banyak tentang siapa, kapan dan di mana batik Peklaongan yang
sangat dikenal hingga kini, dibuat pertama kalinya pada zaman yang lalau.
23
C. Tinjauan Umum Tentang Indikasi Geografis
1. Pengertian Indikasi Geografis
Secara mudah Indikasi Geografis diartikan sebagai salah satu jenis atau rezim
dari Hak Kekayaan Intelektual selain Paten, Hak Cipta, Merek, Rahasia Dagang, Desain
Industri, Desain Tata letak sirkuit terpadu, dan beberapa jenis hak kekayaan intelektual
lainnya. Indikasi Geografis merupakan sebuah nama dagang yang dikaitkan, dipakai
atau dilekatkan pada kemasan suatu produk tersebut. Asal tempat itu mengisyaratkan
bahwa kualitas produk tersebut itu bernilai unik di benak masyarkat, khususnya
konsumen, yang tahu bahwa tempat asal itu memang punya kelebihan khusus dalam
menghasilkan suatu produk.
Pengertian Indikasi Geografis sesungguhnyaa amat bervariasi, baik dari definisi
maupun lingkup perlindungannya. Salah satunya adalah karena Indikasi geografis
merupakan salah satau rezim Hak Kekayaan Intelektual yang paling dipengaruhi oleh
nilai-nilai masyarakat setempat atau budaya kelompok masyarakat atau bangsa dalam
suatu negara.
24
Pengertian dari Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1ayat 1 disebutkan:
”Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukan daerah asal suatu
barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,
23
Marsam Kardi, Jejak Telusur dan Pengembangan Batik Pekalongan, 2005, Hal 69
24
Miranda Risang Ayu, Membincangkan Hak Kekayaan Itelektual Indikasi Geografis, Bandung, Alumni,2006,
hal 2
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan”.
Indikasi Geografis yang dimaksutkan dalam Trips Pasal 22 yang berbunyi sebagai
berikut:
”Geografis Indikasi itu, untuk kepentingan perjanjian ini, yang mengindifikasi indikasi
yang baik sebagai berasal dari wilayah anggota atau wilayah atau daerah di wilayah,
dimana suatu kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang baik-baik pada dasarnya
adalah disebabkan nya geografis asal”
Lebih lanjut disebutkan bahwa negara anggota diwajibkan untuk menyediakan sarana
hukum bagi pihak yang berkepentingan untuk malarang:
a. Penggunaan cara apapun dalam presentasi atau tujuan yang baik atau yang
menunjukan bahwa yang baik tersebut berasal di wilayah geografis selain benar
tempat asal dengan cara menyesatkan publik mengenai Geografis asal yang baik.
b. Setiap penggunaan Indikasi Geografis yang merupakan tindakan persaiangan
curang sebagian disebut dalam Pasal 10 bis konvensi Paris
2. Sejarah Indikasi Geografis
a. Indikasi Geografis Pertama
Sepanjang sejarah yang berhasil dicatat, produk pertama yang berhasil
memperoleh perlindungan Indikasi Geografis adalah keju Roquefort pada abad ke 14 di
Perancis. Charlemagne, penguasa Prancis ketika itu, memerintahkan agar keju-keju
dibawah ke istananya di Aix la Chapelle untuk perayaan akhir tahun. Perintah itu
menandai bahwa popularitas keju butaan rakyat telah berhasil memasuki gerbang istana.
Pada tahun 1411, karena keunggulan kualitas keju Requefort, masyarakat Requefort
dianugerahi piagam kehormatan kerajaan ( Royal Charter) oleh Raja Charles VI
sehingga Requefort menjadi satu-satunya desa yang boleh memproduksi keju Requefort.
Penganugerahan piagam ini menjadi momentum penting perlindungan apelasi asal (
Appellation of Origins atau AO ) yang pertama.
Pada tahun 1863, keju Requefort menerima perlindungan dalam wujud Sertifikat
Merek sederhana perlindungan itu terus di perbarui saat ini, Requefort merupakan salah
satu produk komunitas eropa dari perancis yang dilindungi dalam bentuk penunjuk asal ,
jadi meski pun kini Perancis lebih terkenal sebagai produsen minuman anggur kelas satu
dan sukses membuat minuman beralkohol ini mendapat perlindungan Indikasi Geografis
terkuat, jadi minuman anggur bukanlah objek Indikasi Geografis yang pertama.
25
b. Internasionalisasi Pengaturan Indikasi Geogarfis
Indikasi Geografis kemudian mengalami internasionalisai sejalan dengan
meningkatnya perdagangan Internasional di Eropa. Pada akhir abad ke-19, Indikasi
Geografis mulai diatur dalam perjanjian multilateral sebagai salah satu Hak Kekayaan
Industrial, yakni dalam konvensi Paris tentang Perlindungan Hak Kekayaan Induatrial
1883. Beberapa varian dari Indikasi Geografis pun mulai disinggung dan bahkan diatur
secara khusus oleh beberapa konvensi internasioanal lainnya, meskipun konvensi-
konvensi itu umumnya tidak memiliki jumlah anggota yang terlalu besar.
Indikasi Geografis kemudian menjadi salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual
dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Hak Kekayaan Intelektual dalam persetujuan
tentang Aspek-Aspek Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan Perdagangan atau
Persetujuan TRIPs (the Agreement of Trade-Related Aspects of Intellectual Property
Rights atau TRIPSs Agreement). Hal ini penting karena perjanjian ini dapat disebutkan
sebagai salah satu perjanjian multilateral yang paling berpengaruh di akhir abad ke-20
hingga saat ini. Ide Indikasi Geografis sebgai rezim Hak Kekayaan Intelektual pertama
kali mengemuka setahun setelah peninjauan pertama kali mengemuka setahun setelah
peninjauan paruh periode dalam proses negoisasi perjanjian umum tarif dan
25
Ibid., Hal. 2.
perdagangan (The General Agreement on Tariff and Trade/ GATT Midterm Review on
Negotiation Prosess) tahun 1988 di Montreal, Kanada. Dalam forum peninjauan itu
Komunitas Eropa memperkenalkan pengertian” Indikasi Geoigrafis, termasuk Apelasi
Asal’’ (Geographical Indications, including Appellation of Origins).
Komunitas Eropa dan Amerika Serikat, saat itu terjadi kontrovesi yang cukup
kearas mengenai masalah Indikasi Geografis, karana kontroversi masih berlanjut, para
negara anggota kemudian dimandatkan untuk meninjau pelaksanaan Bab 3 bagian II
berbunyi sebgai berikut:
“Anggota wajib menyediakan prosedur peradilan perdata bagi pemegang hak
sehubungan dengan penegakan hukum atas HAKI yang dicakup oleh persetujuan ini.
Tergugat berhak untuk memperoleh dalam waktu singkat pemberitahuan tertulis yang
memuat secara cukup detail mengenai gugatan, termasuk mengenai dasar gugatan.
Para pihak diperkenankan untuk diwakili oleh penasehat hukum yang dipilihnya
sendiri, dan prosedur yang berlaku tidak boleh membebankan persyaratan yang terlalu
berat sehubungan dengan kewajiban untuk hadir sendiri di pengadilan. Semua pihak
dalam prosedur yang bersangkutan berhak untuk mempertahankan kebenaran
gugatannya dan mengajukan bukti-bukti yang relevan. Prosedur yang bersangkutan
harus menyediakan sarana untuk mengidentifikasikan dan melindungi informasi yang
dirahasiakan, kecuali apabila hal tersebut bertentangan dengan persyaratan
konstitusional yang berlaku.”
Perjanjian TRIPs yang mengatur Indikasi Geografis di sini terlihat perbedaan
pengaturan Indikasi Geografis dengan rezim-rezim lain seperti Paten atau Merek.
Perlindungan Indikasi Geografis di tingkat Internasional masih dalam proses mencari
bentuk yang dapat diterima oleh semua pihak.
26
c. Indikaksi Geografis dalam Agenda Pembangunan Doha 2001
Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia IV ( The Fourth
World Trade Organization/ WTO Ministerial Confernce) yang diselenggarakan di Doha,
26
Ibid., Hal. 5.
Qatar, tahun 2001 mungkin merupakan salah satu forum perlindungan terpenting bagi
perkembangan perlindungan Indikasi Geografis. Setelah mempelajari hasil-hasil
negosiasi terdahulu, para negara anggota sepakat untuk memulai negosisasi baru,
mengangkat isyu-isyu baru, dan terutama, mefokuskan diri kepada implementasi dari
perjanjian-perjanjian yang telah disepakati, yang memang dinilai masih bermasalah.
Hasil terpenting dari forum tertinggi WTO ini adalah disepakatinya Agenda
Pembangunan Doha ini adalah disepakatinya Agenda Pembangunan Doha.
Agenda Pembanguanan Doha 2001 mencakup 20 topik hangat yang disepakati
untuk menjadi bahan negoisasi baru oleh 146 negara anggota. Dalam sektor Hak
Kekayaan Intelektual, agenda negosisasi yang ditetapkan meliputi beberapa topik
penting.
Topik pertama adalah mengenai hubungan antara TRIPs dan kesehatan umun.
Dalam forum ini para mentri menekankan pentingnya implementasi dan interpretasi
perjanjian TRIPs dengan cara yang mendukung kesehatan publik. Topik ini mengemuka
karena adanya kontroversi paten obat yang melambungkan harga. Harga yang tinggi
membuat banyak warga negara daerah berkembang dan miskin tidak mampu
membelinya.
27
Topik kedua adalah mengenai sistem registrasi dan ruang lingkup Indikasi
Geografis. Dalam konteks ini, fokus persoalan Indikasi Geografis adalah pasal 23
berbunyi sebagai berikut:
1. Anggota wajib menyediakan sarana hukum bagi pihak yang berkepentingan untuk
mencegah digunakannya suatu indikasi geografis minuman anggur/spirits untuk
minuman anggur atau spirits yang tidak berasal dari wilayah yang diindikasikan,
27
Ibid., Hal. 7.
sekalipun wilayah asal sebenarnya dari barang tersebut disebutkan atau indikasi
geografis yang bersangkutan diterjemahkan atau disertai dengan catatan seperti
"jenis", "tipe", "gaya", "imitasi" atau sejenisnya.
2. Pendaftaran suatu merek dagang untuk minuman anggur yang mengandung atau
memuat indikasi geografis minuman anggur/spirits harus ditolak atau dibatalkan,
secara ex officio apabila dimungkinkan dalam hukum nasional atau atas permintaan
pihak yang bekepentingan, dalam hal minuman anggur/spirits tersebut tidak berasal
dari wilayah yang diindikasikan.
3. Dalam hal terdapat beberapa indikasi geografis minuman anggur yang menggunakan
suatu istilah yang sama sehingga memiliki kemiripan satu sama lain (homonymous),
perlindungan diberikan untuk setiap indikasi, dengan memperhatikan ketentuan dalam
Pasal 22 ayat 4.Anggota wajib menetapkan persyaratan praktis untuk membedakan
indikasi geografis yang demikian satu sama lain, dengan memperhatikan kebutuhan
akan jaminan perlakuan yang adil terhadap produsen yang bersangkutan dan
kebutuhan agar tidak menyesatkan masyarakat.
4. Untuk memfasilitasi perlindungan dari indikasi geografis untuk minuman anggur,
negosiasi dapat dilakukan oleh Dewan HAKI dalam rangka pembentukan notifikasi
dan regristrasi sistim multilateral dari indikasi geografis untuk minuman anggur yang
dilindungi oleh Anggota.
perjanjian TRIPs yang memberikan perlindungan lebih kuat khusus hanya untuk
minuman anggur dan minuman keras saja. Pasal ini tidak saja kontroversial bagi
beberapa negara maju yang secara kultural merupakan produsen dan konsumen
minuman tersebut karena mereka memiliki cara perlindungan yang berbeda-beda, tetapi
juga bagi sejumlah negara-negara di daerah tropis serta belahan Timur-Tengah dan
tenggara dunia yang tidak memiliki kultur itu. Bahkan, negara-negara itu ada yang
menilai bahwa ketentuan itu diaskriminatif terhadap potensi utama Indikasi Geografis
mereka yang bukan anggur dan minuman keras, dan tidak sesuai dengan salah satu
prinsip dasar TRIPs yang antidiskriminasi. Karena itu, topik hangat yang akan
dinegosiasikan dibedakan atas:
ƒ persoalan kemungkinan membanguan sisitem pendaftaran atau registrasi
multirateral yang seragam bagi minuman anggur dan minuman keras.
ƒ perluasan objek perlindungan tambahan bagi produk-produk selain minuman
anggur dan minuman keras.
Negoisasi ini semula direncanakan untuk selesai pada akhir 2004, dan kemudian
diperpanjang sampai akhir 2005. Namun, sampai kini belum tanpak jelas adanya
penandatangan suatu perjanjian yang mengaturnya.
28
Topik ketiga adalah peninjauan ketentuan-ketentuan TRIPs. Pasal 27.3(b) yang
berbunyi:
” tumbuhan dan hewan selain jasad renik, dan proses biologis untuk
memproduksi tumbuhan atau hewan selain proses non-biologis dan
mikrobiologis.Tetapi, Anggota wajib memberikan perlindungan terhadap varietas
tumbuhan baik dalam bentuk paten atau sistem sui generis yang efektif atau kombinasi
dari kedua bentuk perlindungan tersebut. Ketentuan ini akan ditinjau kembali setelah
lewat waktu empat tahun sejak berlakunya Persetujuan tentang Pembentukan MOPD.
Ditinjau berkaitan dengan invensi tanaman dan hewan yang dapat dan tidak dapat
dipatenkan, serta perlindungan varietes tanaman. Dalam peninjauan ini, Deklarasi Doha
juga mendorong agar setiap peninjauan yang di lakukan mendasrkan diri kepada
hubungan antara perjanjian TRIPs dengan konvensi perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
keaneragaman hayati, perlindungan pengetahuan tradisional, dan ide-ide relavan baru
yag dikemukakan oleh anggota selama negosiasi. Hal ini tentu saja harus dilakukan
28
Ibid., Hal. 8.
dengan tetap berpegangan pada prinsip umum yang tertera pada pasal 7 dan 8 perjanjian
TRIPs menyebutkan:
Pasal 7
Perlindungan dan penegakan hukum HAKI ditujukan untuk memacu penemuan
baru di bidang teknologi dan untuk memperlancar alih serta penyebaran teknologi,
dengan tetap memperhatikan kepentingan produsen dan pengguna pengetahuan tentang
teknologi dan dilakukan dengan cara yang menunjang kesejahteraan sosial dan
ekonomi, dan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Pasal 8
1. Sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan dalam persetujuan ini, Anggota dapat,
dalam rangka pembentukan dan penyesuaian hukum dan peraturan perundang-
undangan nasionalnya, mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka
perlindungan kesehatan dan gizi masyarakat, dan dalam rangka menunjang
kepentingan masyarakat pada sektor-sektor yang sangat penting bagi
pembangunan sosio-ekonomi dan teknologi.
1. Sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan dalam persetujuan ini, langkah-
langkah yang sesuai perlu disediakan untuk mencegah penyalahgunaan HAKI atau
praktek-praktek yang secara tidak wajar menghambat perdagangan atau proses
alih teknologi secara internasional.
3. Sistem Pendaftaran Indikasi Geografis
Atas dasar asumsi bahwa Indikasi Geografis merupakan bagian dari Merek,
kategorisasi produk Indikasi Geografis mengikuti system kategorisasi produk dalam
sisitem Merek, yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 242 Tahun 1993
tentang Klasifikasi barang dan jasa untuk pendaftaran Merek. pada dasarnya, system
ini mengikuti system klasifikasi yang terdapat dalam perjanjian Nice.
29
Dalam hal sistem pendaftaran, penting untuk dicatat bahwa terdapat kaidah
petunjuk dalam pasal 56 ayat (9) Nomor 15 tahun 2001 tentang merek, yang
29
http:// www. dgip.go.id
menyatakan bahwa ketentuan mengenai tata cara pendaftaran Indikasi Geografis
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Kaidah petunjuk ini merupakan ketentuan yang bersifat independent atau
tergantung. Ia hanya bisa diimplementasikan dengan pembentukan dan pengesahan
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah yang ditunjuknya, yakni Peraturan
Pemerintah di Indonesia kewenangan untuk memberlakukan Peraturan Pemerintah
sepenuhnya ada di tangan Presiden, yang bertindak sebagai pemegang kekuasaan
eksekutif tertinggi dibantu oleh wakil Presiden dan para Mentri, dan berwenang
untuk membentuk jenis-jenis peraturan yang sifatnya mengeksekusi atau
melaksanakan Undang-Undang. Hingga tukisan ini dibuat, Rancangan Peraturan
pelaksanaan seperti yang di sebut dalam pasal 56 ayat (9) Nomor 15 tahun 2001
berbunmyi sebgai berikut: Ketentuan mengenai tata cara pendaftaran Indsikasi
Geografis di atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah, Pasal 5 berbunyi sebagai
berikut:
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohonan
atau melalui kuasanya dengan mengisi formulir dalam rangkap 3 (Tiga) kepada
Direktorat Jendral.
(2) Bentuk dan isi formulir Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditetapkan oleh Direktorat Jendral.
(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang
bersangkutan, terdiri atas:
• pihak yang mengusahakan barang hasil alam atau kekayaan alam.
• produsen barang hasil pertanian.
• pembuat barang hasil kerajinan tangan atau barang hasil industri; atau
• pedagang yang menjual barang tersebut.
b. lembaga yang diber kewenangan untuk itu; atau
c. kelompok konsumen barang tersebut.
Begitu juga dalam Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis di dalam Pasal
6 berbunyi sebagai berikut:
(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mencantumkan persyaratan
administrasi sebagai berikut:
a. tanggal, bulan, dan tahun.
b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon, dan
c. nama lengkap dan alamat kuasa, apabila permohonan diajukan melalui
kuasa
(2) Permohonan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus dilampiri:
a. surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melaui kuasa kuasa, dan
b. bukti pembayaran biaya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan buku
persyaratkan yang terdiri atas:
a. nama Indikasi-Geografis yang dimohonkan pendaftarannya.
b. nama barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis.
c. uraian mengenaikarakteristik dan kualitas yang membedakan barang
tertentu dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan
tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan.
d. uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor
manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh
terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan.
e. uraian tentang batas-batas daerah dan / atau peta wilayah yang dicakup
oleh Indikasi Geografis.
f. uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian
Indikasi Geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah
tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi
Geografis tersebut.
g. uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan
proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap
produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah,atau membuat
barang terkait.
h. uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang
yang dihasilkan dan.
i. label yang digunakan pada barang memuat Indikasi Geografis.
(4) Uraian tentang batas-batas daerah dan / atau peta wilayah yang dicakup oleh
Indikasi Geografis sebagaimana dimaksudkan pada ayat (3) huruf e harus mendapat
rekomendasi dari instansi yang berwenang.
4. Perlindungan Indikasi Geografis
Meskipun Perjanjian Trips telah menentukan definisi Indikasi Greografis, terlalu
umumnya pengertian yang dimuat dalam perjanjian itu, membuat di banyak negara
masih juga di temukan persoalan mendasar untuk menentukan yang mana yang
merupakan Indikasi Geografis dan yang mana yang bukan. Persoalan ini sedikit banyak
juga dipengaruhi oleh beragamnya istilah yang dipakai seputar definisi Indikasi
Geografis itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, sebab pertama adalah
adanya perbedaan batasan yang dikemukakan oleh konvensi internasional yang beragam
sebab kedua, adalah cara belum adanya kesepakatan ruang lingkup dan cara
implementasi perlindungan Indikasi Geografis yang secara memuaskan dapat
menjembatani perbedaan itu di tingkat internasional sedang sebab ketiga adalah
pengaruh pilihan hukum negara-negara terkait, apakah hendak melindungi suatu produk
bernama asal sebagai rezim yang berdiri sendiri atau sebagai penguna dari perlindungan
hukum umum atas nama dagang yang memang dimungkinkan oleh TRIPs.
Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia Indikaksi Geografis di Indonesia
memuat perlindungan masyarkat tertuang dalam Undang-Undang hak eksklusif
perlindungan Indikasi Geografis terhadap suatu produk pada masyarkat, bukan kepada
individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional perlindungan Indikasi Geografis
diatur dalam UU No.15 tahun 2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan
penyempurnaan maka pada tanggal 4 september 2007 keluarlah PP No.51 2007, tentang
perlindungan Indikasi Geografis.
Perlindungan Indikasi Geografis bertujuan terhadap suatu produk kepada
masyarakat, bukan kepada individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional
perlindungan Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang No. 15 tahun 2001, dan
setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4
september 2007 keluarlah Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007, tentang
perlindungan Indikasi Geografis. Adapun perlindungan Indikasi Geografis bertujuan
sebagai pelindung terhadap produk, mutu dari produk, nilai tambah dari suatu produk
dan juga sebagai pengembangan pedesaan. Produk indikasi Geografis tidak bisa
dibangun bila tanpa mutu produk yang baik, karena hal ini maka Indikasi Geografis
akan memberikan manfaat seperti perbaikan mutu produk, penambahan nilai produk,
perlindungan terhadap produk dan pengembangan wilayah pedesaan.
30
5. Peraturan Pemerintah Tentang Prosedur Pendaftaran Indikasi Geografis
a. Rancangan Peraturan Pemerintah Pertama Tentang Prosedur Pendaftaran Indikasi
Geografis.
Sesuai dengan Pasal 56 ayat (9) Bagian I Bab VII Nomor 15 Tahun 2001,
dinyatakan bahwa prosedur pendaftaran Indikasi Geografis harus diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang urutan
peraturan perundang-undangan nasional, Peraturan Pemerintah berkedudukan di bawah
Undang-Undang dan merupakan kwenangan penuh presiden. Dalam pelaksanaannya,
perancangan detail materi muatan dari suatu Peraturan Pemerintah biasanya diserahkan
kepada kementrian terkait sebagai pembantu presiden, untuk kemudian dibaca, disetujui
dan ditandatangani oleh Presiden, Rancangan Peraturan Pemerintah tentang prosedur
pendaftaran Indikasi Geografis telah disusun oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual.
Rancangan Peraturan Pemerintah Pertama telah diajukan dalam Workshop
Geographical Indication in Indonesia yang dilaksanakan di jakarta oleh Direktorat
Jendral Hak Kekayaan Intelektual berkerja sama dengan kedutaan Besar Prancis dan
CIRDA. Rancangan peraturan pemerintah kedua didiskusikan di Bandung kerja sama
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, Kedudukan besar Perancis dan Kantor
30
http// www. aped-project.org
Pengelola dan manejemen Hak Kekayaan Intelektual Lembaga Penelitian Universitas
Padjajaran. Beberapa penelitian juga telah dilakukan berkaitan dengan kelayakan materi
muatan Rancangan Peraturan Pemerintah ini.
31
Rancangan Peraturan Pemerintah Pertama terdiri dari 6 Bab yang mengatur
tentang ketentuan umum, Ruang Lingkup Indikasi Geografis, Prosedur Pendaftaran,
proses pemeriksaan dan evaluasi perubahan dan pencabutan, dan ketentuan
penutup,rancangan ini masih tampak sebgai rancangan permulaan untuk pengantar
diskusi, masih perlu pembenahan di sana-sini, tetapi tentu saja merupakan sebuah upaya
yang patut dihargai.
Sebagai rencana materi muatan Peraturan Pemerintah yang harus taat asas dengan
Undang-Undang di atasnya, definisi-definisi yang dipakai dalam Rancangan Peraturan
peraturan pertama ini, secra keseluruhan, sesuai dengan definisi yang dipakai dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. Akan tetapi
konsekuensinya Rancangan Pereturan Pemerintah ini tidak dapat memuat secara
mendalam pentingnys reputasi sebagai salah satu syarat dari Indikasi Geografis, karena
hal ini memang tidak ditekankan dalam Undang-Undang di atasnya. Padahal reputasi
adalah aspek yang amat penting dalam perlindungan Indikasi Geografis:
ƒ Pertama dalam Perjanjian TRIPs keharusan adanya reputasi jelas disebutkan sebgai
salah satau bentuk bukti adanya hubungan antara aplikasi dengan daerah asal yang
diwakilinya, meskipun sifatnya fakultatif (pilihan).
ƒ kedua dalam sistem yang melindungi Indikasi Gografis bagian dari Merek, suatu
aplikasi indikasi Geografis tidak bisa mendapt perlindugan begitu saja. Ada syarat
31
Ibid., Hal. 171.
tertentu yang harus dipenuhi, yakni syarat daya pembeda yang kuat, sekalipun iya
hanya bersifat informatif atau dalam istilah hukum melalui deskripstif.
Daya pembeda itu kuat ketika indikasi itu memang telah berkembang dalam
kesadaran konsumen sebagai indikasi suatu produk yang khusus dan berkualitas
tertentu, jadi reputasi yang baik menjadi penentu ada tidaknya daya pembeda itu. Hal ini
semakin menegaskan bahwa repputasi memang penting bagi perlindungan Indikasi
Geografis, terutama jika perlindungan itu diintegrasikan dengan perlindungan umum
merek.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah ini telah diisyaratkan bahwa Indikasi
Geografis pasti dilekatkan pada suatu objek, tetapi belum terdapat klarifikasi yang jelas
tentang bentuk objek tersebut. Terdapat perbedaan penyebutan objek Indikasi Geografis
dalam tiga dokumen, yakni dalam Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, dalam
terjemahan Undang-Undang tersebut yang berbahasa inggris, dan Rancangan Peraturan
Pemerintah pertama ini.
Dalam UU Nomor 15 tahun 2001, disebutkan secara jelas bahwa objek Indikasi
Geografis adalah barang (goods) saja tetapi dalam terjemahan Undang-Undang
berbahasa inggris yang kini beredar, istilah barang itu diterjemahkan sebagai goods and
services yang artinya adalah barang dan jasa kedua pengertian objek ini kemudian
diadaptasi dalam Rancangan Peraturan Pemerintah.
Perjanjian TRIPs sendiri dengan jelas memakai istilah barang (goods) bukan tanpa
alasan. Menurut sejarahnya, dalam negoisasi awal perjanjian TRIPs, istilah yang dipakai
untuk mengidentifikasi objek Indikasi Geografis adalah produk (product). Produk
memiliki arti terluas, karena ia mencakup istilah barang dan jasa Negara-negara
komunitas Eropa, terutama Perancis karena Perancis hendak memproteksi juga jasa
yang terkait dengan cara menyediakan dan menyajikan Indikasi Geografis andalan
Perancis yakni penyajian minuman anggur putih.
Dasar penolakan aplikasi Indikasi Geografis yang telah ditentukan dalam pasal 56
UU Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek diadopsi seluruhnya dalam pasal 4 Rancangan
Peraturan Pemerintah pertama. Pasal ini secara tepat merinci hal-hal yang harus ada
untuk memenuhi syarat-syarat Indikasi Geografis terdaftar, yakni:
• Karakter khusus.
• telah dipakai atau dikenal oleh publik yang relevan.
• Hubungan atau kaitan antara sifat lingkungan geografis dan kualitas utama dari
produk.
• Nilai tradisional dan latar belakang historis dari produk tersebut.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah pertama ini, Pemerintah Daerah memiliki
peran khusus dalam prosedur pengajuan permohonan pendaftartan. Permintaan Daerah
ini harus mengambil peranan dalam penyediaan:
• Peta Wilayah yang mewakili Indikasi Geografis.
• Gambaran lingkungan geografis dari wilayah wakil tersebut, termasuk kondisi
iklimnya.
• Bukti dari pejabat yang berwenang dalam hal pihak pemohon mengajukan
permohonan. kepada Direktorat untuk persetujuan.
32
Dalam proses pertama Pemerintah harus menyediakan surat rekomendasi resmi
untuk suatu permohonan pendaftaran Indikasi Geografis surat rekomendasi ini dapat
32
Ibid., Hal. 176.
berbentuk perjanjian tertulis antara pihak pemohon dengan Pemerintah Daerah. Namun
jika pemohon adalah salah satu elemen dari Pemerintah Daerah, surat rekomendasi itu
tidak diperlukan. Kedua, Pembuatan dan pengajuan peta wilayah wakil Indikasi
Geografis itu juga harus dengan sepengetahuan Pemerintah Daerah terkait.
Batas waktu pemeriksaan permohonan yang terdapat dalam BabIV, yakni enam
bulan. Pemeriksaan ini merupakan kewenangan penuh dari Direktorat Jendaral Hak
Kekayaan Intelektual. Jangka waktu yang cukup singkat dan pelimpahan wewenang
hanya kepada salah satu institusi adalah sebuah efisiensi yang patut dihargai. Hanya saja
karena Indikasi Geografis adalah suatu hak yang tidak sederhana dan melibatkan banyak
elemen masyarakat, jika keterlibatan masyarakat yang diperlukan cakupannya cukup
luas, batas waktu enam bulan mungkin menjadi terlalu singkat. Setelah penelitian pendahuluan yang dilakukan dengan saksama dan melibatkan
banyak elemen profesional di Indonesia, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah kedua tentang Prosedur Pendaftaran
Indikasi Geografis, yang merupakan revisi dari Rancangan Peraturan Pemerintah
pertama. yang kedua Rancangan Peraturan Pemerintah tampak jauh lebih solid dan
dapat dipraktikkan.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah kedua, terdapat beberapa perubahan
penting dan bernilai. Objek Indikasi Geografis bukan lagi barang dan produk, tetapi
sama persis dengan produk Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek yang memang
merupakan induk dari Rancangan Peraturan Pemerintah yakni barang, Rancangan
Peraturan Pemerintah kedua ini juga menghilangkan semua peran Pemerintah Daerah
yang terdapat pada Rancangan Peraturan Pemerintah pertama, yang menjadikan
Pemerintah Daerah menjadi terlalu sibuk, sebagai gantinya untuk membantu Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual serta kepentingan publik Bab VI dari Rancangan
Peraturan Pemerintah kedua ini membentuk suatau badan khusus yang berisi ahli-ahli
dalam bidang terkait, yang bertugas membantu Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual untuk memeriksa kelayakan suatu permohonan saran-saran dari badan ini
selanjutnya akan diserahkan.
Rancangan Peraturan Pemerintah kedua ini juga terdapat ketentuan baru dalam
pasal 23 bagian 1 Bab X yang berkaitan dengan Pelanggaran Indikasi Geografis Pasal
itu dapat menjadi dasar penolakan atau pencabutan Indikasi Geografis yakni:
• Penggunaan komersial secara langsung atau tidak langsung tidak sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.
• Penggunaan komersial secara langsung atau tidak langsung yang melawan
hukum
• Misreprestansi atau penyalahgunaan suatau Indikasi Geografis untuk
menunjukan asal fiktif atau asal barang yang tidak tepat, yang membingungkan
atau menyesatkan publik.
• Peniruan yang menyesatkan dari tempat asal, kualitas yang tertera dalam label,
iklan, keterangan yang terdapat dalam dokumen barang, maupun kemasan
barang, yang berhubungan erat telah dilindungi sebagai Indikasi Geografis.
• Praktik-praktik usaha lain yang mengakibatkan kebingungan masyarakat akan
Bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah yang ketiga telah dilengkapi juga
kebenaran tempat asal suatu barang.
penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal, dalam Pasal 6 ayat (1)
Rancangan Peraturan Pemerintah terbaru ini, terdapat uraian yang lengkap bahwa buku
persyaratan itu terdiri dari atas:
• Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya.
• Nama barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis
• Urain mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu
dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang
hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan.
• Uraian mengenai pengaruh lingkungan geografis dan alam serta faktor manusia
terhadap kualitas atau karakteristik barang tersebut.
• Urain tentang batas-batas wilayah dan/atau peta daerah yang dilindungi oleh
Indikasi Geografis
• Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian
Indikasi Geografis untuk menandai barang yang dihasilakan di daerah tersebut,
termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi Geografis
• Uraian mengenai metode yang di gunakan untuk menguji kualitas barang yang
dihasilkan
• Label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi Geografis
Pasal 3 bagian kedua dari Rancangan Peraturan Pemerintah ketiga ini
menguraikan dasr-dasar penolakan pendaftaran dinyatakan bahwa suatau
Indikasi Geografis tidak dapat didaftrakan jika tanda yang dimohonkan
pendaftarannya tersebut:
• Bertentangan dengan moralitas agama,kesusilaan dan ketertiban umum.
• Memperdayakan atau menyesatkan masyarakat.
• Merupakan nama geografis setempat yang telah digunakan sebagai nama
Varietas tanaman, dan digunakan bagi varietes tanaman yang sejenis.
• Telah menjadi milik umum atau bersifat generik.
Penyempurnaan Rancangan Peraturan Pemerintah kedua tampak dalam
Rancangan Peraturan Pemerintah ketiga dalam hal pengaturan Indikasi
Geografis dari luar Negeri. Dilihat dari nilai strategisnya, pengaturan ini
memeng seharusnya dilakukan secara jelas dan terperinci. Pasal 16 Rancangan
Peraturan Pemerintah ketiga antara laian menentukan bahwa untuk Indikasi
Geografis dari luar negeri:
• Permohonan yang diajukan oleh pemohon yang bertemapat tinggal atau
berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia wajib diajukan
melalui kuasanya di Indonesia atau melalui perweakilan diplomatik negra asal
Indikasi Geografis di Indonesia
• Ketentuan mengenai pemeriksaan kelengjapan persyaratan administrasi
permohonan terhadap Indikasi Geografis nasional berlaku terhadap Indikasi
Geografis nasional berlaku juga terhadap permohonan luar negri.
• Setelah memenuhi syarat, Direktorat jendaral hak kekayaan Intelektual yang
memutuskan bahwa permohonan dapat disetujui untuk didaftar dan
diumumkan.
• Permohonan pendaftaran dari Luar Negri pun dapat ditolak dengan
pemberitahuan kepada kuasa atau perwakilan diplomatiknya di Indonesia.
• Ketentuan mengenai tata cara pengumuman keberatan dan sanggahan serta
banding bagi permohona dalam negeri dalam Rancangan Peraturan Pemerintah
ini pun berlaku bagi permohonnan luar Negeri.
Dari Rancangan Peraturan Pemerintah pertama, kedua, ketiga. Rancangan
Peraturan Pemerintah yang ketiga bahkan tampak begitu luas cakupannya, sehingga
materi muatannya potensial dipandang terlalu luas dan besar untuk bentuk peraturan
pemerintah. Meskipun demikian Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual tampak
telah melakukan usaha keras dan amat bernilai agar melaui Rancangan Peraturan
Pemerintah, perlindungan Indikasi Geografis dapat betul-betul berguna di lapangan
implementasi hukum memang tidak pernah mejadi sesuatu yang sederhana dan mudah.
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Usaha Yang di Lakukan Pemerintah Kota Pekalongan Agar Batik Pekalongan
Mendapat Perlindungan Indikasi Geografis.
Di bawah ini, penulis akan sajikan tentang usaha Pemerintah Kota Pekalongan
agar batik Pekalongan mendapat perlindungan secara indikasi geografis. Kota
Pekalongan dipilih sebagai wilayah riset penelitian dengan mengobserfasi informasi-
informasi maupun data-data yang berkaitan dengan usaha Pemerintah Kota Pekalongan,
tentang upaya perlindungan indikasi geografis pada batik Pekalongan.
Secara teliti akan dapat diketahui sampai sejahuh mana usaha yang di lakukan
Pemerintah Kota Pekalongan, agar batik Pekalongan mendapat perlindungan secara
indikasi geografis. Yang dimaksud mendapat perlindungan indikasi geografis pada batik
Pekalongan disini adalah, usaha untuk mendapatkan pengakuan secara legalitas oleh
Direktorat Jenderal Haki Departemen Hukum dan Ham Republik Indonesia, Untuk itu
penulis dituntut agar mengumpulkan informasi maupun data-data guna mengetahui
sejahuh mana usaha perkembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan
agar batik Pekalongan mendapat perlindungan indikasi geografis.
Dari penjelasan diatas tersebut bisa diketahui, upaya yang di lakukan oleh
Pemerintah Kota Pekalongan untuk mendapatkan perlindungan indikasi geografis pada
batik Pekalongan,Oleh sebab itu dilakukan dengan cara melakukan kegiatan-kegiatan,
seperti:
1. Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi Deperindakop Pekalongan Kepada UKM Kota
Pekalongan Berkerjasama Dengan Direktorat Jenderal Haki Departemen Hukum
dan Ham Indonesia.
Bahwa upaya Pemerintah Kota Pekalongan agar batiknya mendapat perlindungan
indikasi geografis, tidak semudah seperti mengembalikan telapak tangan untuk
mendapatkan perlindungan indikasi geografis dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, salah
satunya dengan cara mengadakan sosialisasi hukum seperti merek dagang maupun
sosialisasi tentang indikasi geografis, dari sosialisasi tersebut, bertujuan untuk
memperkenalkan kepada masyarakat luas bahwa batik Pekalongan sebenarnya
mempunyai ciri khas tertentu, baik dilihat dari segi filosofi, maupun history,
dibandingkan dengan batik-batik yang lain yang ada di Indonesia.
Selain itu batik Pekalongan mempunyai perbedaan dari segi ragam motif banyak
dipengaruhi dari berbagai macam etnis seperti Cina, Belanda, Jepang, India, Arab, dan
Pribumi atau motif buatan orang Pekalongan. Biasanya diilhami dari keadaan
lingkungan sekitar, dari cara pewarnaan yang membedakan warna batik Pekalongan
dengan batik yang lain adalah warna yang sangat cerah, maupun dari cerita rakyat kota
Pekalongan yang ada mengenai ragam motif batik Pekalongan tersebut.
Menurut M. Wahyu upaya tersebut sebenarnya sudah di upayakan dan di jalankan
sudah dari dulu oleh Pemerintah Kota Pekalongan, karena itu sebenarnya Kota
Pekalongan secara fakta yang ada sudah selayaknya mendapatkan perlindungan indikasi
geografis dengan adanya penamaan maupun semboyan kota batik, dari semboyan itu
sudah jelas dan menunjukan bahwa Kota Pekalongan sebenarnya secara indikasi
geografis sudah ada, dan sudah diakuinya bahwa Pekalongan adalah Kota Batik, secara
langsung akan berpengaruh pada kualitas dan ciri khas tertentu hasil produk batik
Pekalongan tersebut, dari ciri khas yang ada sebenarnya Kota Pekalongan sudah
mendapatkan perlindungan indikasi geografis secara nyata adanya pengakuan-
pengakuan maupun pendapat dari masyarakat Pekalongan sendiri maupun dari luar
Kota Pekalongan, tetapi belum mendapatkan pengesahan secara yuridis yang khusus
menangngani masalah indikasi geografis.
33
Sebagaimana pendapat M. Wahyu yang mengatakan akan tetapi usaha yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan sudah berjalan lama, upaya untuk
mendapat perlindungan tentang indikasi geografis pada batik Pekalongan tidak saja
berhenti dipelaksanaan sosialisasi dan pengenalan Haki kepada para UKM batik yang
ada di Pekalongan, dari kegiatan tersebut sebenarnya Pemerintah Kota Pekalongan
mengupayakan agar batik Pekalongan dapat dikenal oleh masyarakat luas begitu juga
mengupayakan agar mendapatkan perlindungan secara indikasi geografis.
34
Berdasarkan perolehan data mengenai upaya Pemerintah Kota Pekalongan agar
batik Pekalongan mendapatkan perlindungan indikasi geografis dapat dikatakan, oleh
sebab itu usaha yang telah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan yaitu dari isi
sosialisasi Haki tersebut maupun orang yaitu narasumber baik dari Deperindakop
Pekalongan maupun dari Direktorat jenderal Hak Kekayaan Intelektual, maksud
diadakannya sosialisasi Haki kepada UKM tersebut. pihak Direktorat Jenderal Haki
33
M Wahyu Hasil, Wakil Kepala Klinik Bisnis dan Haki Kota Pekalongan Pada Hari tanggal 13 Agustus 2009
pukul 14.00
34
34
M Wahyu Hasil Wawancara, Wakil Kepala Klinik Bisnis dan Haki, Kota Pekalongan, Pada hari Selasa
tanggal 25 Agustus 2009 Pukul 10.00
Departemen Hukum dan Ham Republik Indonesia dari isi acara sosialisasi untuk UKM
kota Pekalongan adalah tentang merek dagang dalam industri batik tujuannya adalah,
dari potensi dan proses kreatif dan inofatif pengrajin maupun dari pengusaha batik yang
ada di Pekalongan.
Dari potensi tersebut secara langsung akan menghasilkan produk unggulan yaitu
batik Pekalongan, dari hasil produk unggulan tersebut akan menghasilkan batik
Pekalongan yang mempunyai ciri khas batik Pekalongan, secara langsung akan ada
aspek yang mengikuti dan adanya keharusan para pengusaha batik Pekalongan untuk
mendaftarkan merek dagangnya karena pengusaha batik Pekalongan akan di untungkan
dengan mendapat perlindungan hukum untuk melindungi batiknya yang diperoleh dari
hasil potensi kreatif, dan inofatif yang menghasilkan produk yang unggul, dan akhirnya
dari adanya perlindungan hukum tentang merek secara otomatis produk yang sukses
dipasar yang mendapatkan perlindungan hukum.
Dari hal tersebut para kompetitor tidak bisa sembarangan meniru dari produk batik
hasil para pengusaha yang mendaftarkan merek dagang tersebut, dengan merek dagang
tersebut yang disampaikan oleh para UKM di kota Pekalongan juga di jelaskan
keuntungannya yang lain yaitu akan berdampak langsung pada proses dan kreatif untuk
menghasilkan batik juga menjaga dan meningkatkan kulitas (Quality control) bagi para
pengusaha batik yang mau mendaftarkan merek dagangnya, bahwa upaya Pemerintah
Kota Pekalongan dengan mengadakan sosialisasi itu untuk bertujuan memperkenalkan
batik Pekalongan juga untuk mengupayakan melindungi batik-batik Pekalongan tidak
hanya dengan mengupayakan Hak cipta tetapi juga secara merek dagang.
Dari sosialisasi tersebut juga dibahas dan disampaikan kepada para peserta UKM
yaitu mengenai permasalahan indikasi geografis pada batik Pekalongan, karena
termasuk didalam Undang-Undang Merek No. 15 tahun 2001 yang khusus dibahas pada
bab VII di pasal 56 sampai pasal 6035
, materi yang diberikan syarat dan tata cara
permohonan indikasi geografis, untuk disampaikan didalam acara sosialisasi yang
diikuti para UKM di Pekalongan, pada pembahasan indikasi geografis ini tidak terlalu
khusus dan banyak tentang materi yang disampaikan, hanya secara tegas dan bersifat
menginformasikan bahwa memang secara indikasi geografis batik Pekalongan
seharusnya sudah mendapat perlindungan indikasi geografis.
Tetapi belum secara prosedur hukum yang kusus menangngani tentang masalah
indikasi geografis, dari penegasan yang disampaikan oleh narasumber yaitu dari
Deperindakop Pekalongan maupun dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual,
bahwa alasannya dikarenakan dari sumber daya manusia maupun sumber daya alam
yang dimiliki kota Pekalonagan sangat berpengaruh besar secara fakta yang ada dari
pendapat maupun pandangan dari masyarakat yang ada di Pekalongan sendiri, maupun
yang ada di luar Pekalongan mengakui dan mengagumi bahwa batik Pekalongan
memang mempunyai kualitas dan ciri khas tertentu baik dari ragam motif maupun
warna yang dihasilkan.
Dari segi sumber daya manusia yang kreatif dan inofatif sangat melimpah di kota
Peklaongan, dan sumber daya alam yaitu dari lingkungan geografis yang semua rata-rata
bekerja sebagai pengrajin batik secara tidak langsung akan mempengaruhi dari kualitas
dan mutu dari batik tersebut. Sesuai dengan apa yang ditentukan pasal 6 ayat 3(d)
Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2007 tentang indikasi geografis yang berbunyi:
35
Lihat Undang-Undang Haki, Bandung, Citra Umbara, hal 274-277
“ Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia
yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau
karakteristik dari barang yang dihasilkan.”
Dengan demikian suatu produk kerajinan maksudnya arti produk disini yaitu batik
Pekalongan yang mempunyai karakter khusus dan ciri khas, baik dari ragam motif,
warna, dan sejarah yang ada, menunjukan bahwa batik Pekalongan tidak hanya dari
proses dan hasil pengolahan saja yang berbeda akan tetapi juga menghasilkan ciri khas
dan kualitas khusus, tetapi dengan adanya faktor manusia tersebut yang menjadikan
sumber daya manusia yang menjadikan hasil yang kreatif dan inofatif.
Namun dengan usaha Pemerintah Kota Pekalongan yang sudah dijalankan tersebut
adanya sosialisasi itu secara otomatis mengupayakan untuk melindungi batik
Pekalongan secara indikasi geografis tersebut, karena sebelum dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah no 51 tahun 2007 tentang indikasi geografis ini, upaya dari Pemerintah
Pekalongan untuk melindungngi batiknya sudah berjalan dari dulu sampai sekarang,
masih tetap mengupayakan agar batik Pekalongan mendapat perlindungan secara
kekayaan intelektual khususnya indikasi geografis baik bersifat formil maupun materil
secara yuridis yang ada dan yang berlaku saat ini.
2. Setiap Dua Tahun Sekali Di Selenggarakannya PBI (Pekan Batik Internasional 2007)
dan di lanjutkan dengan PBI (Pekan Batik Internasional 2009).
Selain melakukan kegiatan sosialisasi Haki dan UKM bagi masyarakat
Pekalongan, Pemerintah Kota Pekalongan juga menyelenggarakan PBI ( Pekan Batik
Internasional), bertujuan untuk memperkenalkan kepada daerah lain di Indonesia
maupun di luar negeri,bahwa di kota Pekalongan mempunyai bermacam-macam batik
yang menunjukan ciri khas dari batik Pekalongan itu sendiri, dan disamping itu juga
Pemerintah Kota Pekalongan mengupayakan agar batik Pekalongan mendapat
pengakuan dan perlindungan secara indikasi geografis.
Dengan adanya acara Pekan Batik Internasional tahun 2007 ini. Secara tidak
langsung akan berdampak pada produk batik Pekalongan itu sendiri, selain itu juga akan
memperoleh pengakuan dari daerah lain bahkan dari luar negeri, secara indikasi
geografis batik Pekalongan mempunyai ciri khas dan kualitas yang beda dari batik-batik
yang ada di daerah lain di Indonesia.
Adannya Pekan Batik Internasional tahun 2007 ini yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Kota Pekalongan,sebagai upaya juga untuk memperkenalkan ciri dan
kualitas yang khas batik Pekalongan, dan juga mengupayakan agar batik Pekalongan
mendapat perlindungan indikasi geografis secara tidak langsung, tentunnya pada batik
Pekalongan, akan berdampak kepada pelaku komoditi maupun para pelaku usaha
industri batik yang ada di kota Pekalongan.
Dari salah satu agenda yaitu pada desain dan kompetisi terdiri dari bermacam
kegiatan meliputi kategori pertama:
• Kegiatan lomba desain dan melukis Nasional hal ini ditunjukan untuk kalangan
desainer dan penggemar, kampus, sekolah, pengusaha batik untuk mencari desain
maupun motif batik yang digemari.
Kategori Kedua:
• Lomba desain dan dekorasi batik untuk perkampungan dan perkantoran di Kota
Pekalongan kegiatan ini akan memberikan semangat dan partisipasi yang besar
dari masyarkat agar dapat menunjukan kota Pekalongan sebagai icon batik di
Indonesia
• Semua rumah dan semua kantor dan perkampungan dihimbau untuk turut serta
ikut dalam lomba desain dan dekorasi dengan koordinasi dari camat dan kelurahan
setempat.
Setelah suksesnya diselenggarakannya PBI tahun 2007 pihak Pemerintah Kota
Pekalongan melanjutkan dengan diselenggarakan PBI tahun 2009 ini tepatnya pada
tanggal 29 April sampai dengan tanggal 3 Mei 2009, sebenarnya sama dengan Pekan
batik Internasional tahun 2007, akan tetapi maksud dan tujuan dari acara tersebut lebih
terarah tujuan yang ingngin dicapai seperti memperkenalkan secara khusus batik
Pekalongan kepada masyarakat luas baik di dalam negeri maupun di luar negeri, salah
satau agenda dari diselenggarakannya PBI tahun 2009 yaitu:
• Untuk menunjukan Kota Pekalongan pantas menjadi icon batik di Indonesia
• Dari pihak Pemerintah Kota Pekalongan sendiri bertujuan untuk
memperkenalkan batik Pekalongan kepada UNESCO (United Nations Educational
Secintific and Cultural Organization).
Berdasarkan perolehan data tentang diselenggarakannya PBI 2007 dan PBI 2009
oleh Pemerintah Kota Pekalongan dari semua kegiatan ini, sebenarnya untuk
memberikan informasi maupun hasil dari upaya Pemerintah Kota Pekalongan agar
secara indikasi geografis batik Pekalongan mendapat pengakuan dan perlindungan
secara nyata kepada masyarakat Kota Pekalongan maupun masyarakat di luar Kota
Pekalongan. Dan dari Pejabat maupun Menteri Departemen Perdagangan, Perindustrian,
Koperasi dan UKM, Kebudayaan dan Pariwisata, Perwakilan negara sahabat, Buyer,
Pemerhati batik, Artis, DPR dan DPRD, komunitas penggemar batik dan juga dari
UNESCO.
Untuk menunjukan bahwa kota Pekalongan adalah memang pusat budaya
kerajinan tangan khususnya batik, secara indikasi geografis batik Pekalongan sangat
kaya dengan ragam motif dan warna yang tidak akan dijumpai di Daerah-daerah lain
mana pun yang sama memproduksi batik juga.
Demikian maksud dan tujuan Pemerintah Kota Pekalongan dengan adanya acara
Pekan Batik Internasioal tahun 2007 dan Pekan Batik Internasional tahun 2009 ini, agar
mendapat perhatian maupun upaya untuk dapat melindungi batik Pekalongan secara
indikasi geografis dari pejabat maupun menteri dari departemen terkait yang telah di
sebutkan. Jadi, usaha Pemerintah Kota Pekalongan menyelenggarakan acara PBI tahun
2007 dan 2009 akan bertampak secara langsung maupun tidak langsung pada upaya
Pemerintah Kota Pekalongan untuk melindungi batik Pekalongan dari indikasi geografis
tersebut, tetapi memang secara yuridis belum diakui oleh Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia.
Karena itu sampai sekarang pihak Pemerintah Kota Pekalongan masih mengupayakan
agar bisa terwujud untuk mendapatkan perlindungan secara indikasi geografis.
Dari kegiatan diatas tersebut, menunjukan Pemerintah Pekalongan benar-benar
serius untuk mengupayakan agar batik Pekalongan tetap terus mempertahankan ciri khas
dan kualitas dari batik Pekalongan itu sendiri, oleh karena itu secara tidak langsung akan
berpengaruh dengan adanya indikasi geografis pada batik Pekalongan tersebut. Tentu
saja berpengaruh makin dikenalnya ciri khas batik pekalongan, baik secara langsung
maupun tidak langsung tentu akan berpengaruh kepada pelaku industri batik yang ada di
kota Pekalongan.
36
Pada akhirnya dari produsen batik yang di untungkan dengan adanya indikasi
geografis ini. Dari pihak Pemerintah Kota Pekalongan sendiri secara langsung maksud
dan tujuan tersbut secara nyata sudah banyak pengakuan dari masyarakat Kota
Pekalongan sendiri, maupun dari masyarakat di luar Kota Pekalongan tentang adanya
batik Pekalongan, yang mempunyai ciri khas dan hasil kualitas yang berbeda
dibandingkan batik yang ada di daerah lain.
Menunjukan bahwa batik Pekalongan memang punya ciri motif maupun warna
yang berbeda dibandingkan dengan batik yang ada di daerah lain. Dan dari segi warna,
ragam motif, maupun dari history batik Pekalongan itu sendiri, dapat dikatakana bahwa
secara tidak langsung batik Pekalongan sudah bisa dikatakan mendapatkan perlindungan
maupun pengakuan secara indikasi geografis, tetapi masih berwujud pengakuan secara
non formil dari masyarakat Kota Pekalongan, maupun dari masyarakat luar Pekalongan.
Pengakuan dan dukungan tersebut bahwa batik Pekalongan agar mendapatkan
perlindungan secara indikasi geografis, dilihat dari fakta yang ada belum mendapatkan
perlindungan secara yuridis yang khusus yang mengatur masalah indikasi geografis
tersebut, tetapi dengan datangnya Unesco tepatnya pada bulan September 2008 di
Pekalongan untuk survey nominasi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia tak
benda. Hal ini dapat dijadikan titik awal yang cerah dalam upaya Pemerintah Kota
36
M Wahyu Hasil Wawancara Wakil, Kepala Klinik Bisnis dan Haki, Kota Pekalongan, Pada hari Selasa tanggal 25 Agustus 2009 Pukul
10.00
Pekalongan dalam menjadikan batik sebagai kekayaan intelektual, terutama indikasi
geografis.
Dan juga batik Pekalongan terbukti mendapatkan penghargaan dari Unesco untuk
kategori seal of Excellence salah satunya yaitu batik pareo batik wirokuto pemilik dari
Bapak Romi Oktabirawa, menunjukan bahwa batik Pekalongan memang mempunyai
ciri khas dan kualitas, karena itu tidak salah batik pareo mendapatkan penghargaan dari
Unesco. Tidak lain karena dari warna yang sangat bagus halus dan berbeda dari batik
yang ada di daerah lain, di samping itu juga karena faktor dari manusia yang kreatif
menjadikan motif dan warna batik pareo menjadi khas dan berbeda dari batik yang ada
di daerah lain.
37
Tanpa disadari bahwa, batik Pekalongan merupakan suatu tanda yang sudah lama
ada dan secara tidak langsung dapat menunjukkan adanya kekhususan pada suatu barang
yang dihasilakan, oleh sebab itu batik Pekalongan selayaknya sudah mendapat
perlindungan hukum secara kekayaan intelektual terutama secara indikasi geografis,
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
B. Upaya Hukum Yang Di Lakukan Pemerintah Kota Pekalongan Untuk
Permohonan Indikasi Geografis Terhadap Batik Pekalongan.
Pada dasarnya indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukan daerah asal
suatu barang, karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri khas dan kualitas tertentu
pada barang yang dihasilkan.
38
37
37
http://www.dgip.go.id tanggal 29 Oktober 2009
38
Lihat Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis
Upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan sebelum Peraturan
Pemerintah no 51 tahun 2007 tentang indikasi geografis ini muncul, usaha yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan sudah lama berjalan dan sampai sekarang
Pemerintah Pekalongan masih mengupayakan agar batik Pekalongan mendapatkan
indikasi geografis secara yuridis yang berlaku saat ini. Data yang di dapat oleh penulis
dari beberapa instansi Pemerintah yang lain maupun stakeholder yang terkait yang ada
di Kota Pekalongan ini, akan saya jelaskan berikut ini.
1. Tentang di keluarkannya Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Pekalongan Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Pekalongan Kota Batik Sebagai Sesanti
(semboyan) Masyarakat dan Pemerintah Kotamadya Pekalongan di Dalam
Membangun Masyarakat Kota dan Lingkuangannya.
Bahwa dalam rangka menciptakan suatu tatanan kehidupan warga masyarakat dan
seluruh aparat Pemerintah Daerah Kotamadya Pekalongan beserta lingkungan wilayah
yang selalu mencerminkan suasana bersih, aman, tertib, indah dan komunikatif, maka
dipandang perlu dituangkan dalam sesanti atau semboyan Pekalongan sebagai kota
batik.
Pekalongan sejak lama dikenal sebagai ‘ economic driven city yakni sebuah kota
yang asal usul dan perkembangannya dimotori oleh aktivitas perekonomian para
penduduknya. Khusus untuk bisnis batik, geliat perdagangan telah berlangsung sangat
lama sanpai saat ini terus berlasung.
39
oleh karena itu pihak Pemerintah Kota
Pekalongan menetapkan, bahwa sehubungan maksud tersebut diatas, maka perlu untuk
mengatur dan menetapkan peraturan daearh Kota Pekalongan sebagai berikut.
39
Pekalongan Inspirasi Indonesia. Op.Cit., hal. 128.
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan;
a) Daerah adalah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan
b) Pemerintah daerah dalah Pemerintah Kotmadya Daerah Tingkat II
c) Walikota kepala Daerah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Pekalongan
d) Pekalongan kota batik adalah satu tatanan kehidupan masyarakat dan aparat
Pemerintah Daerah beserta lingkungan wilayah yang didalamnya mengandung arti
tentang tujuan Pembangunan kota Pekalongan yang menuju pada kota Bersih,
Aman, Tertib, dan Indah dengan masyarakat yang ramh tamah (Komunikatif.)
BAB II
SESANTI(semboyan)
Pasal 2
‘’ Sesanti masyarakat dan seluruh aparat Pemerintah Daerah didalam melakukan
pembangunan Kota Pekalongan dan lingkungan wilayah adalah Pekalongan Kota
Batik.’’
BAB III
Maksut dan Tujuan
Pasal 3
(1)Untuk tujuan pembangunan Kota Peklaongan yang ingin dicapai untuk mewujutkan
tatanan masyarakat dan kota serta lingkungan yang bersih, aman, tetib, indah
dengan masyarakat yang ramah tamah
(2) Suatu tatanan kehidupan sebagaimana dimaksut ayat (1) Pasal ini, mengandung 5 (
lima) aspek yang harus ditangani dan diatur:
• Kebersihan
• Keamana
• Ketertiban
• Keindahan
• Komunikatif
Dari penjelasan pasal yang mengatur tentang Peraturan Daerah Kota Pekalongan
tersebut, sesungguhnya bukan untuk menata dan mengatur masalah lingkungan
masyarakat Kota Pekalongan saja, akan tetapi lebih bertujuan untuk membangun Kota
Pekalongan, yang secara tegas ditandai dan dinamai Pekalongan sebagai kota batik, dari
alasan penamaan yang tercantum didalam pasal 5 tersebut yaitu Bersih, Aman, Tertib,
Indah, Komunikatif.
40
Berdasarkan perolehan data yang ada mengenai arti penamaan dari Perda Kota
Pekalongan no 5 tahun 1992, sebetulnya pihak Pemerintah Kota Pekalongan melihat,
dengan jeli dan melihat peluang dari arti penamaan kota batik, bukan sekedar singkatan
nama saja tetapi lebih bertujuan pada keadaan dan lingkungan masyarakat Pekalongan
yang ada rata-rata aktifitas perekonomiannya didominasi oleh kegiatan kerajinan
industri batik cap dan tulis, baik industri level bawah, menengah, seperti industri batik
rumahan, sampai industri batik yang besar. Dari hasil pengrajin maupun pengusaha
banyak yang menghasilkan kualitas dan ciri khas untuk produk batik Pekalongan
tersebut.
41
Maksud dan tujuan dari pihak Pemerintah Kota Pekalongan, bertujuan untuk
memajukan perekonomian masyarakat Pekalongan dengan komoditi batik dan juga
mendukung untuk menjadikan Kota Pekalongan itu sendiri menjadi kota batik pada
akhirnya produk dari hasil dari kerajinan yaitu batik Pekalongan secara indikasi
geografis, akan semakin mempunyai ciri khas dan kualitas yang berbeda dari batik-batik
yang ada di daerah lain, jadi sesuai dengan apa yang diupayakan oleh Pemerintah Kota
Pekalongan berdasarkan dengan apa yang disebutkan Pasal 4 yang berbunyi: Tujuan
ditetapkan SESANTI(semboyan) sebagaimana dimaksud pasal 2 Peraturan daerah.:
a) Untuk memberikan arah dan kebijaksanaan pembangunan daerah
40
Perda Kota Pekalongan, Nomor 5 Tahun 1992.
41
Lihat Peraturan Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Nomor 5 Tahun 1992.
b) Untuk memberikan pedoman atau konsep ideal suasana perikehidupan jasmani dan
rohanai yang didambakan seluruh warga masyarakat dan aparat Pemerintah
daerah didalam pembanguanan masyarakat Kota dan lingkungannya.
Dengan demikian maksud dari pasal tersebut dapat menjadi dasar hukum dan
alasan mengapa Pekalongan disebut sebagai kota batik, dan jika dilihat lagi dari
semboyan tersebut akan berbeda arti dan maksud dari semboyan batik yang mempunyai
makna bersih, aman, tertib, indah, dan komunikatif, jadi dari dasar hukum pada pasl 4 a
dan b peraturan Daerah Kota Pekalongan No. 5 tahun 1992, bukan di lihat dari arti yang
sebebarnya tersebut, tetapi lebih bersifat keadaan dari Kota Pekalongan itu sendiri
maupun secara indikasi geografis Kota Pekalongan secara nyata dilihat dari kondisi
lingkungan didominasi oleh komoditi batik. Jadi tujuan dan alasan dari pihak
Pemerintah Kota Pekalongan dari arti semboyan tersebut untuk menjadikan kota
Pekalongan benar-benar menjadi kota batik dan dapat menghasilkan kualitas dan ciri
khas dari produk kerajinan yaitu batik khas Pekalongan, yang akan bertampak secara
langsung pada kemajuan pembangunan Kota Pekalongan.
Dan dilihat dengan secara nyata kondisi keadan indikasi geografis Kota
Pekalongan sangat mendukung. Keadaan yang ada baik dilihat dari segi lingkungan dan
aktifitas perekonomian, memang secara nyata didominasi dengan aktifitas memproduksi
batik dari sebelum adanya peraturan daerah ini ada, aktifitas perekonomian Kota
Pekalongan penuh hilir mudik para pekerja pengusaha batik hingga sampai sekarang
masih berjalan dan sudah tak terhitung lagi jumlah para pengrajin maupun pengusaha
industri dibidang batik di kota Pekalongan.
Dengan adanya Peraturan Daerah No. 5 tahun 1992 ini, untuk masalah indikasi
geografis agar batik Pekalongan mendapat perlindungan secara hukum, dari hal tersebut
upaya yang dilakukan Pemerintah Pekalongan sudah berjalan sangat lama sebelum
adanya Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 yang secara khusus mengatur
permasalahan tentang indikasi geografis, adanya peraturan Daerah Kota Pekalongan
yang mengatur bahwa Pekalongan adalah kota batik hal ini bertujuan juga untuk
meningkatkan dan memajukan dari hasil kreatifitas dan inofatif yang dihasilkan oleh
para pengrajin maupun para pengusaha batik Pekalongan, bertujuan untuk
memperkenalkan batik asli Pekalongan yang mempunyai ciri khas dari hasil produk
yaitu batik Pekalongan, baik dari segi ragam motif maupun dari warna batik Pekalongan
yang tentunya berbeda dari batik yang ada di daerah lain.
Karena itu dengan adanya Peraturan Pemerintah yang mengatur secara khusus
tentang indikasi geografis, upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Pekalongan
baik secara langsung maupun tidak langsung agar batik Pekalongan mendapatkan
indikasi geografis secara yuridis yang sudah di uapayakan oleh Pemerintah Pekalongan
dengan di keluarkannya Peraturan Daerah no 5 tahun 1992 ini dengan adanaya Perda
Pekalongan setidaknya adanya dukungan dan perhatian dari Pemerintah Kota
Pekalongan dalam hal untuk memajukan dan memperkenalkan batik Pekalongan kepada
masyarakat diluar Pekalongan dengan disertai adanya kekuatan hukum yang mengngikat
tersebut.
2. Program Kerja Pemerintah Kota Pekalongan Dari Instansi UPTD Klinik Bisnis
Haki Pekalongan Dengan Direktorat Jenderal Haki Pusat di Kota Tanggerang.
Usaha yang dilakukan tentang masalah hukum yang berkaitan dengan legalitas
tentang produk Haki tersebut, secara nyata dan sudah terwujud yaitu pendaftaran
beberapa motif batik asli Kota Pekalongan dengan cara mendaftarkan hak cipta yang di
lakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, seperti beberapa motif yang ada di tabel di
bawah ini.
Nama Alamat Pemegang Hak Cipta
DEKRANASDA KOTA
PEKALONGAN Jl. Majapahit
No.4 Pekalongan
PEMERINTAH KOTA
PEKALONGAN Jl. Mataram
No. 1 Pekalongan
Jenis Ciptaan
Seni Batik
Judul Ciptaan
1. Motif Buqetan Biru
Putih Belanda
2. Motif Andang Werno
3. Motif Pekalongan
Modifikasi Gurdo
4. Motif Pekalongan
Modifikasi Pitik Merak
5. Motif Pekalongan
Modifikasi Tanahan
6. Motif Buqet Long
Tanahan Banji
7. Motif Pekalongan
Modifikasi Merakan
8. Motif Terang Bulan
9. Motif Ragam Hias Kapal
Kandas Gaya
Pekalongan
10. Motif Ragam Hias
Sekrandingan
Tanggal dan tempat diumumkan untuk
pertama kali di wilayah Indonesia atau di
luar wilayah Indonesia
22 Oktober 2004, di Pekalongan
Jangka waktu perlindungan
Berlaku selama 50 (lima puluh)
tahun sejak pertama kali
diumumkan
1. 027027, 03 November
2004
2. 027028, 03 November
2004
Nomor dan tanggal pendaftaran
3. 027029, 03 November
2004
4. 027030, 03 November
2004
5. 027031, 03 November
2004
6. 027032, 03 November
2004
7. 027033, 03 November
2004
8. 027034, 03 November
2004
9. 027035, 03 November
2004
10. 027036, 03 November
2004
Berdasarkan perolehan data mengenai pendaftaran hak cipta batik, dari pihak
Pemerintah Pekalongan juga mengupayakan agar batik Pekalongan tersebut secara
legalitas bisa diakui menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
51 tahun 2007 tentang indikasi geografis, dari upaya hukum yang dilakukan pihak
Pemerintah Pekalongan melalui dinas UPTD Klinik Bisnis Haki Pekalongan dalam
rangka pelaksanaan program kerja dari Pemerintah Kota Pekalongan melalui Dinas
UPTD Klinik Bisnis Haki Pekalongan, dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual pusat.
Dari pihak Pemerintah Pekalongan akan memberi informasi dan rekomendasi
tentang data-data mengenai masalah batik Pekalongan yang berkaitan dengan adanya
indikasi geografis secara langsung, baik dilihat dari segi history, filosofi, kreatif, inofatif,
yang akan menghasilkan ragam motif dan warna yang khas dan berkualitas yang tentu
saja akan berbeda dibandingkan dengan batik yang ada di daerah-daerah lain, dari
keterangan mengenai data-data tersebut, melalui Dinas UPTD Klinik Bisnis dan Haki
Pekalongan akan menyerahkan mengenai informasi dan rekomendasi tersebut kepada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, data-data tersebut sebagai berikut:
• Dari nama indikasi geografis.
• Nama barang yang dilindungi.
• Karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang
lain yang memiliki kategori sama.
• Hubungan faktor fisik geografis dan faktor manusia dengan karakteristik dan
kualitas barang.
• Batas-batas daerah maupun peta wilayah dan kondisi lingkungan yang dicakup
dalam indikasi geografis.
• Sejarah tradisi dan pengakuan dari masyarakat mengenai pemakaian nama
daerah indikasi geografis untuk menandai barang yang dihasilkan dari daerah
tersebut.
Bahwa semua upaya hukum ini yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota
Pekalongan lewat instansi Klinik Haki Pekalongan, tujuannya adalah supaya dari pihak
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual memahami dan mendapatkan informasi
yang penting mengenai masalah indikasi geografis, bahwa di Indonesia sebenarnya
sangat kaya hasil produksi dari daerah-daerah termasuk produk dari Pekaloangan yaitu
produk kerajinan batik, dari daerah-daerah tersebut banyak yang menghasilkan beberapa
produk unggulan yang ada karena itu sangat berpeluang bisa menjadi indikasi geografis,
karena begitu pentingnya pendaftaran indikasi geografis untuk batik Pekalongan karena
secara langsung akan berpengaruh pada batik Pekalongan.
Dari para pengrajin maupun pengusaha akan diuntungkan dengan adanya
indikasi geografis, begitu juga batik Pekalongan akan semakin dikenal oleh masyarakat
luas, sehingga berpengaruh kepada pelaku usaha, yang secara otomatis akan
mendapatkan keuntungan dari adanya pesanan batik tersebut oleh masyarakat di luar
Pekalongan, karena itu dibandingkan dengan pendaftaran hak cipta keuntungan dan
manfaat yang akan diperoleh hanya segelintir orang saja (orang yang menciptakan suatu
ragam motif maupun warna batik tersebut), karena itu pendaftaran indikasi geografis
untuk batik Pekalongan sangat penting dan seperti juga produk-produk yang lain yang
sangat berpeluang untuk didaftarkan sebagai produk indikasi geografis.
Seperti Brem Bali, minuman beralkohol yang khas berasal dari Bali, ada juga lada
putih muntok, yaitu lada muntok Pulau Bangka, Selain itu ada jeruk Pacitan, beras
Cianjur, mangga arumanis Probolinggo, kopi Toraja, madu Sumbawa, kayumanis
Sumatra Barat, kopi arabika dari Kintamani Bali yang pertama kali di Indoneisa yang
sudah terdaftar sebagai indikasi geografis di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
nomer indikasi geografis terdaftar ID- B-000.000.001 IG, nomer agenda
IG.00.2007.000.001, tanggal pengajuan 18 september 2007 tanggal penerimaan 18
september 2007, nama pemohon masyarakat perlindungan indikasi geografis (MPIG)
kopi Kintamani Bali, alamat Desa Blantih Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
Provinsi Bali, dan ada juga kerajinan tangan seperti batik Solo, Jogja, Lasem
Pekalongan, dan masih banyak lagi.
42
Dari produk-produk tersebut jelas menyebutkan tempat asalnya, pencantuman
nama asal tersebut sangat berpengaruh karena membawa citra tentang sesuatu yang
bersifat khas, dari mutu produk tersebut akan terbentuk karena pengaruh lingkungan
geografis dan pengelolaannya, produk tersebut bersifat khas karena ada pengaruh faktor
alam dan manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang mempengaruhinya
dari barang atau produk yang dihasilkan.
Berdasarkan keterangan tersebut diatas, dan data-data yang berkaitan dengan
upaya hukum yang dilakukan Pemerintah Pekalongan untuk permohonan indikasi
geografis untuk batik Pekalongan, sebenarnya secara yuridis yang ada. Khusus
menangngani permasalahan pendaftaran secara indikasi geografis, dari kondisi dan
keadaan yang ada, baik dari segi sumber daya manusia maupun dari sumber daya alam
bahwa karakteristik Kota Pekalongan khususnya produk yang menjadi unggulannya
42
Buletin Informasi dan Keragaman Haki, Tanggerang, Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Departeman
Hukum dan Ham Ri, 2007, hal 3
yaitu batik Pekalongan secara indikasi geografis batik Pekalongan merupakan salah satu
produk batik yang dapat memenuhi syarat untuk bisa terdaftar sebagai indikasi
geografis. Oleh sebab itu secara indikasi geografis batik Pekalongan bisa mendapatkan
perlindungan hukum berdasarkan Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2007 dari apa yang
di tentukan di dalam pasal (1) disebutkan bahwa:
“Indikasi geografis adalah suatau tanda yang menunjukan daerah asal suatu
barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan”
Dari penjelasan pasal tersebut menunjukan bahwa sebenarnya batik Pekalongan
tidak hanya mengahsilakan produk batik yang berkualitas dan mempunyai ciri khas
tertentu saja, akan tetapi dari proses tersebut tidak bisa lepas dari yang namanya
pengaruh dari faktor manusia yang dapat menghasilakan produk batik Pekalongan
secara kreatif, inofatif yang menjadikan batik Pekalongan berbeda dan mempunyai ciri
khas dan kualitas tertentu dari pada batik-batik yang ada di daerah lain.
Berdasarkan fakta dan kondisi yang ada mengenai produk batik Pekalongan
bahwa dapat dilihat dan diteliti dari segi faktor manusia yaitu yang membedakan proses
dan hasil dari batik-batik yang ada di daerah lain, seperti pembuatan motif tanahan
(gambar yang paling terkecil yang ada dimotif batik), dan proses pewarnaan pada kain
batik yang menghasilkan bermacam-macam warna, tidak seperti warna sogan warna
motif khas dari Solo dan Jogaja, dan juga keunggulan dari faktor manusia itu dengan
membuat warna dengan cara yang dinamakan metode colet, yakni mewarnai motif batik
bisa menghasilakan beberapa macam warna sekaligus, seperi satu tangkai gambar motif
bunga mawar daun yang berada di bunga mawar bisa di kasih warna-warni seprti warna
hijau, kuning, merah, violet, unggu, oleh karena itu dari faktor manusia maupun
pengrajin batik yang ada di Pekalongan yang membedakan dari perajin batik yang ada
di daerah lain.
Dari segi kreatif dan inofatif untuk mengembangkan dan mempertahankan proses
membuat motif atau gambar batik Pekalongan yang banyak dipengaruhi oleh berbagai
macam kebudayaan dari negara lain seperti Belanda, Jepang, Cina, India, Arab, ini yang
menjadikan batik Pekalongan mempunyai ciri khas dan unik yang tidak dimiliki oleh
daerah-daerah lain yang sama-sama juga menghasilkan batik, walaupun banyak
dipengaruhi ragam motif batik dari negara lain, tetapi disini faktor manusia yaitu para
pengrajin batik dari Pekalongan yang berpengaruh sangat besar dari proses membuat
gambar sampai dengan proses pewarnaan, yang menghasilkan motif batik yang indah
dan berkualitas yang mempunyai ciri khas tertentu, dan sampai sekarang masih banyak
dijumpai pengrajin batik asal Pekalongan dalam hal pembutan ragam motif maupun
warna yang khas dari batik Pekalongan tersebut.
Dasar hukum yang menunjukan bahwa batik Pekalongan dapat terdaftar sebagai
produk indikasi geografis didasari dari apa yang ditentukan dan disebutkan didalam
pasal 2 ayat (1) PP No. 51 Tahun 2007 :
“Tanda sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1 merupakan nama tempat
atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal tempat
dihasilkannya barang yang dilindungi oleh indikasi geografis”
Dari penjelasan pasal tersebut. Jelas menunjukan bahwa sebenarnya secara kondisi
yang ada yaitu dari tempat dimana barang tersebut, maksudnya batik Pekalongan jelas
bisa terdaftar sebagai indikasi geografis .Dilihat dari faktor yang ada dari dulu hingga
saat ini produk batik Pekalongan yang dihasilkan mempunyai ragam motif dan warna
yang khas yang berbeda dari batik-batik yang ada di daerah lain, karena itu batik
Pekalongan sangat dipengaruhi oleh multi etnies yaitu seperti dari Belanda, dengan
ragam motif yang kental seperti motif boketan ( gambar dengan rangkaian bunga), dari
ketentuan pasal 2 ayat (1) nama tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang
menunjukan asal tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh indikasi geografis
disini jelas asal produk tersebut di Pekalongan tetapi dalam pembahasan ini untuk
memperkuat dasar hukum apa yang telah disebutkan diatas merupakan tempat batik
Pekalongan tersebut dibuat seperti ragam motif dan warna yang dipengaruhi oleh
Belanda.
Dari fakta yang ada, tempat tersebut sampai sekarang masih ada pusat pembuatan
batik Belanda yang mempunyai ragam motif boketan dan warna yang khas yaitu warna
yang cerah yang menjadikan ciri khas batik Belanda, di Pekalongan lama yaitu tepatnya
di sekitar JL. Imam Bonjol mulai dari rumah residen sampai kampung yang bernama
Bugisan letaknya tepat dibelakang museum batik Pekalongan yang sekarang, dan di
kelurahan kandang panjang, disekitar tersebutlah dulu para istri orang Indo Eropa
bermukim dan memanfaatkan kegiatan keseharian dengan membuat kain batik tulis,
Tempat di mana ragam motif batik cina tersebut diproduksi dari dulu sampai saat
ini pusat produksi yaitu di pecinan sekitar Jl. Jawa sampai sekitar pinggiran Kali Loji
dan sampai sekarang yang masih memproduksi batik tersebut yaitu batik Osi Soe Tjun
tepatnya berada di Kedungwuni Kabubaten Pekalongan.
Adapun ciri khas batik Pekalongan yang lain yaitu batik Arab. Batik ini
sebenarnya diilhami oleh kain pathola(tenunan sutra ikat ganda asal India) hingga saat
ini batik tersebut dapat dijumpai karena masih diproduksi, bahkan batik jlamprang sudah
menjadi lambang Kota Pradja Pekalongan pembuatan batik jlamprang berpusat di sebua
kampong keturunan etnis Arab, kampong tersebut dari dulu sampai sekarang masih
dikenal dengan nama kampong Arab yang terletak di kelurahan Glego, Sugihwaras,
Krapyak, dari salah satu kelurahan yang disebutkan diatas dibuat sebuah nama
jalan.Dengan nama JL.Jlamprang, dari penaman tersebut menunjukan tempat dimana
batik khas Pekalongan tersebut dibuat, sedangkan batik khas Pekalongan yang lain
yaitu, batik Pekalongan dengan ciri khas Jepang yang sangat terkenal di Pekalongan
dengan sebutan batik Hokokai, batik ini dari ragam motif maupun dari warna sampai
sekarang masih ada. Dan masih tersimpan dengan rapai dimuseum batik Pekalongan
sedangkan produksi batik Hokokai dari masyarakat Pekalongan sendiri masih banyak
yang memproduksi untuk di ekspor.
Sedangkan batik pribumi( batik di buat yang cepat terjual di pasar) batik ini
banyak tersebar rata-rata disetiap kelurahan dan kecamatan yang ada di Kota
Pekalongan. Batik ini masih banyak diproduksi, biasannya banyak ditemui di toko-toko
yang menjual batik dan di grosir-grosir yang ada di Pekalongan,,ragam motif batik
pribumi biasanya diilhami dari keadaan lingkungan sekitar seperti motif flora maupun
fauna.
Selanjutnya keterangan mengenai Pasal 2 ayat (2) berbunyi:
“Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa hasil pertanian,
produk olahan, hasil kerajinan tangan, atau barang lainnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 1”.
Dasar hukum bahwa. Batik Pekalongan dapat tertaftar sebagai indikasi geografis
jelas apa yang telah ditentukan dan disebutkan di pasal 2 ayat (2) bahwa batik
Pekalongan jelas diolah juga dari hasil kerajinan tangan, seperti cara pembuatan batik
dengan menggunakan canting dan cap, keduannya jelas dari hasil kerajinan tangan, dari
produk yang dihasilkan jelas memenuhi syarat dan kreteria untuk terdaftar sebagai
indikasi geografis, seperti dilihat dari segi history batik Pekalongan mempunyai
perjalanan maupun carita tersendiri, jelas disini berbeda dari sejarah batik yang ada di
daerah-daerah lain, dari segi filosofi jelas batik Pekalongan mempunyai makna sendiri
dilihat hasil dari ragam motif yang terdapat pada batik Pekalongan tersebut.
Seperti batik pribumi(batik motif rifaiyah), batik tersebut hasil dari aliran thoriqoh
islam, yang mengajarkan untuk tidak menggambar makhluk bernyawa, sehingga kepala
burung didalam batik ini dibuat terpisah, dari segi warna juga berbeda dibandingkan
dengan hasil kerajinan tangan dari daerah lain yang menghasilkan batik, dari cara
pewarnaan batik Pekalongan menggunakan cara colet (menggunakan alat seperti kuas
yang terbuat dari bambu yang dipotong tipis memanjang seperti pensil dengan ujung
yang sudah dihaluskan dan sudah menjadi serat yang halus).
Cara inilah yang membedakan hasil dari pewarnaan batik yang ada di daerah-
daerah lain, yang di namakan dengan warna colet yaitu. Pewarnaan yang akan
menghasilkan berbagai macam warna yang terdapat didalam motif atau gambar batik,
dengan ciri khas pewarnaan menggunakan cara colet ini, warna yang akan dihasilkan
akan cerah dan kaya akan warna, seperti warna yang terdapat pada batik Pekalongan
seperti warna merah, kuning, unggu, hijau, biru dan masih banyak lagi warnai yang
lainnya.
Dari keterangan diatas tersebut menunjukan asal suatu barang merupakan hal
penting karena pengaruh dari faktor geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau
kombinasi dari kedua faktor tersebut, didaerah tertentu tempat barang tersebut
dihasilkan dapat memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang tersebut. Ciri dan
kualitas barang yang dipelihara dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu
akan melahirkan reputasi (keterkenalan) atas barang tertentu, yang selanjutnya
memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Karena itu sepatutnya
barang tersebut mendapatkan perlindungan hukum melalui hak kekayaan intelektual
terutama secara indikasi geografis.
Selanjutnya bahwa batik Pekalongan dapat memenuhi syarat untuk mendapatkan
perlindungan secara indikasi geografis dasarnya adalah keterangan pada pasal 6 ayat 3
pada huruf (a,b,c,d,e,f,g,h,i) yang berbunyi: Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat(1) harus dilengkapai dengan buku persyaratan yang terdiri atas:
• Nama indikasi geografis yang dimohonkan pendaftarannya;
• Nama barang yang dilindungi oleh indikasi geografis
• Uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu
dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang
hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan.
• Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang
merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau
karakteristik dari barang yang dihasilkan;
• Urain tentang batas-bastas daerah dan atau peta wilayah yang dicakup oleh
indikasi geografis;
• Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian
indikasi geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah tersebut,
termasuk dari pengakuan dari masyarakat mengenai indikasi geografis tersebut;
• Uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses
pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah
tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau membuat barang terkait;
• Uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas yang digunakan
untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan; dan
• Label yang digunakan pada barang dan memuat indikasi geografis
• Rekomendasi dari instansi yang berwenang mengenai batas daerah atau wilayah
yang dicakup dalam indikasi geografis;
Dari ketentuan pasal diatas, sebenarnaya secara nyata batik Pekalongan sudah
memenuhi syarat tersebut, dan dari nama indikasi geografis yang didaftarkan
mengindikasikan bahwa batik Pekalongan secara keseluruhan mempunyai ciri khas dan
kulitas yang berbeda. Dari sini dapat dinyatakan bahwa batik cap dan batik tulis yang
berupa masih kain Sarung maupun kain panjang, sedangkan batik printing
(menggunakan alat cetak yang akan menghasilakan batik secara masal), batik printing
sebenarnya bukan batik tetapi gambar batik yang dicetak diatas kain. Hal itu
dikarenakan faktor kreatifitas dari manusia, faktor lingkungan, dan faktor alam maupun
kombinasi dari kedua faktor tersebut tidak ada, batik hanya mengnal batik cap dan tulis,
batik printing jelas tidak bisa mendapatkan perlindungan hukum secara indikasi
geogrfis, karena tidak memenuhui syarat yang ditentukan pasal diatas tersebut.
Produk yang dilindungi batik Pekalongan mempunyai ciri khas tertentu dan
kualitas tertentu, mengenai karakteristik dan kualitas batik Pekalongan yang
membedakan produk batik Pekalongan dengan produk yang lain. dan hubungannya
dengan produk tersebut dihasilkan jelas ada yang paling dominan dan khas adalah dari
ragam motif namun juga dari pewarnaan batik Pekalongan bisa menghasilkan
bermacam-macam warna yang cerah, dan dari segi ragam motif banyak sekali
dipengaruhi seperti motif batik Encim atau batik Cina pada dekade tahun 1920.
Salah seorang perajin batik Osi Soe Tjun yang tinggal di Kedungwuni Kabupaten
Pekalongan, menjadi salah satu pelopor pembutan batik halus dengan cara tradisonal
yang dikenal dengan batik Encim tersebut, ciri kahas dari batik Pekalongan ini ragam
motif terdapat ornamen dalam mitologi cina seperti lambang dewa (keberuntungan),
burung Hong yang melambangkan keindahan dan kebahagian abadi, dan naga sebagai
pembawa hujan yang berkah, dan dari segi pembuatan motif tanahan Osi Soe Tjun
sangat khas bisa mengasilkan tanahan yang paling rumit (gambar yang paling terkecil
yang ada dimotif batik), oleh sebab itu batik Pekalongan yang khas dan dapat
menghasilkan batik yang berkualitasa, salah satunya batik dengan ragam motif maupun
warna yang indah batik tersebut adalah batik dengan warna maupun ragam motif khas
cina.
Batik Londo (Belanda) pada periode 1850-1860. Kegiatan batik Pekalongan sudah
ada mereka yang melakukan sebagi besar para istri orang Indo Eropa, diantaranya
Carolina Josephine van Franquemont salah satu orang Indo Eropa yang membuat batik
pertama yang hasil karyanya dikenal sebagai batik Prakemon, yang kemudian diikuti
Lien Metzelaar, serta Chrtistina (Tina) dari keluarga Niessen warga Belanda. Eliza
Charlota menikah dengan jan van Zuylen yang berkerja sebagai pegawai Gubernur
keduanya ditugaskan ditanah Jawa tepatnya di Pekalongan dengan menepati Rumah
Residen di jalan Imam Bonjol Kota Pekalongan, motif ragam hias batik Belanda antara
lain berupa bentuk sarung dengan motif boketan ( rangkaian bunga-bunga gaya eropa).
Ciri khas batik ini Pagi Sore Boketan Tanahan, pola buketan merupakan batik
khas Pekalongan yang dipengaruhi kebudayaan eropa, buketan berarti rangkaian bunga.
Dinamakan pagi sore karena kain tersebut dibagi dengan dua bagian yang menyorong
dan dapat dipakai dengan dua wajah penampilan, batik dengan corak terang dipakai
untuk sore atau malam hari, sedangkan corak yang lebih redup atau gelap dipakai untuk
pagi dan siang hari, ini salah satu ciri khas batik Pekalongan.
Ciri khas batik Pekalongan yang lain adalah batik Hokokai batik ini Sejak awal
pendudukan sepuluh pabrik tekstil di jawa telah diambil alih oleh Jepang termasuk
pabrik terbesar milik Belanda juga diambil oleh Jepang yang ada di Tegal pabrik tekstil
di Tegal itu telah menghasilkan bahan kain seharga 15 juta rupiah setiap tahunya dan
memperkerjakan tidak kurang 12.000 buruh pribumi, tekstil hasil dari Tegal itu
disebagian didistribusikan oleh Jepang ke pada rakyat di karesdenan Pekalongan melalui
para pamong yang ditugaskan membagikan jatah sandang, namun demikian guna
membangkitkan semangngat rakyat dibidang pembatikan, maka beberapa jenis tekstil
berkualitas disediakan untuk para pengrajin batik agar mereka dapat memproduksi batik
kembali.
Jepang sangat menaruh perhatian terhadap industri batik Pekalongan karena secara
kebetulan ragam hias batik Pekalongan memiliki kesamaan seperti ragam hias yang
diterapkan pada kimono Jepang pada tahun 1943 melalui organisasi Hokokai tersebut
pengusaha batik Pekalongan digerakan untuk membuat batik bergaya jepang organisasi
Hokokai merupakan awal dimulainya batik Pekalongan yang dibuat dan berkembang
pada pendudukan Jepang ( 1942-1945) yaitu batik Jawa Hokokai batik tersebut
dinamkan batik Jawa Hokokai karena setiap orang yang membuat batik untuk organisasi
Hokokai.
43
Sewaktu zaman pendudukan Jepang misalnya, mereka menciptakan batik Jawa
Hokokai dengan ragam hias dan tata warna yang mirip ragam hias kimono Jepang, ciri
khas batik Jawa Hokokai ini dikenal dengan istilah pagi sore, istilah ini diperoleh pada
masa itu karena orang harus menghemat sehingga pada sehelai kain berisikan dua ragam
hias yang berlebihan. Tata warna gelap untuk sore hari dan tata warna terang atau muda
dipakai untuk pagi hari, begitupun pada sekitar tahun 1960-an batik Pekalongan ini juga
memunculkan ragam hias Trikora sesuai dengan peristiwa Nasional pembahasan Irian
Barat, seni kerajinan batik di Daerah Pekalongan (juga di daerah sekitarnya seperti
43
Kusnin Asa, Batik Pekalongan Dalam Lintasan Sejarah Batik Pekalongan on History, Paguyuban Pecinta
Batik Pekalongan Gabungan Koperasi Batik Indonesia( Gkbi) dan Dewan Koperasi Indonesia ( Dekopin), jakarta
2006, Hal, 10
Pemalang Kaliwungu, Batang) bagaimanapun merupakan mata pencaharian pokok bagi
masyarakatnya. Salah satu seni kerajinan batik yang terkenal dari Pekalongan ini adalah
kaian batik ungu, raos, hijau muda dan lain-lain dan batik Hokokai hanya ada di
Pekalongan, dan sampai saat ini batik dengan ragam motif dengan gaya Hokokai tetap
masih banyak diproduksi di Pekalongan.
Batik Pekalongan juga banyak dipengaruhi ragam hias dari keturuan Arab, dalam
perkembangan industri batik di Pekalongan, baik diakui atau tidaknya keturunan Arab
telah menjadi kelompok yang cukup berpengaruh dalam membentuk karakter batik
Pekalongan, contoh motif batik Jlamprang, yang diilhami oleh kain Pathola (tenun sutra
ikat ganda asal India). Dan motif batik jlamprang ini juga merupakan salah satu lambang
Kotapraja Pekalongan. Konon batik jlmprang mulai diproduksi pada akhir abad 19 di
sebuah kampung keturunan etnis Arab, kampung tersebut dulu dikenal dengan nama
kampung Arab di Pekalongan, seperti di kelurahan Kauman yang sekarang berubah
nama menjadi Kampung Batik Kauman, Kelurahan Glego, Krapiyak, dan Sugihwaras.
Adapun ciri khas batik Pekalongan yang lain yaitu Batik Pribumi, batik yang
dibuat dengan selera dan gaya pribumi. Batik ini diproduksi oleh sebagian masyarakat
asli Pekalongan atau pribumi. Sebagaimana diketahui didaerah pesisir Pekalongan tidak
ada kraton sehingga tidak ada raja-raja yang membatasi motif maupun corak batik yang
boleh dibuat dan dipakai oleh masyarakat di luar kraton.
Karena itu maka batik Pekalongan yang diproduksi oleh masyarakat asli
Pekalongan tidak terkait oleh ketentuan raja-raja, sehingga motifnya sangat bebas,
bahkan ada batik Pekalongan yang dibuat sampai dengan delapan motif, Batik pribumi
Pekalongan ini menpunyai keistimewaan yaitu sangat cepat mengikuti perkembangan
pasar, dengan memproduksi batik-batik cepat laku dipasaran.
Ciri khas batik pribumi yaitu kental dan banyak unsur cerita rakyat Pekalongan
diragam motif seperti batik Kluwung batik ini digunakan untuk anak yang kakak dan
adiknya meninggal, batik ini hanya ada di Pekalongan dan batik bintang kejora batik ini
termasuk batik pribumi atau rakyat dan terinspirasi dari alam sekitar, terkadang
motifnya yang bebas tidak berorientasi pada filosofi tertentu.
Dari penjelasan fakta yang ada mengenai ciri khas batik Pekalongan yang
menghasilakan produk batik yang mempunyai kulitas tertentu, semua itu tidak bisa lepas
karena piawainya para perjain batik yaitu faktor dari manusia dan faktor sejarah dan
tradisi yang berhubungan dengan pemakaian indikasi geografis tersebut, yaitu produk
batik Pekalongan. Oleh karena para pengrajin maupun pengusaha batik Pekalongan
tidak hanya menghasilkan batik dengan kulitas yang bagus, oleh karena itu batik
Pekalongan menjadi budaya yang telah mengakar turun temurun menyatu dengan
masyarakat Pekalongan yang multi etnis, dari mulai datangnya Belanda sampai Jepang
dan yang masih ada sampai sekarang etnis Arab, Cina, dan Pribumi, budaya niaga dan
kultur agamis yang dinamis ditunjang kreativitas menjadikan batik Pekalongan
mempunyai ciri khas dan kulitas yang sangat berbeda dari batik-batik yang ada di
daerah lain, sampai sekarang batik Pekalongan tidak lekang dimakan jaman masih
banyak para pengrajin maupun pengusaha yang memproduksi batik-batik yang
berkualitas dan mempunyai ciri khas tertentu.
mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian indikasi
geografis, untuk menandai barang yang dihasilakan di daerah tersebut, termasuk dari
pengakuan dari masyarakat mengenai indikasi geografis tersebut, batik Pekalongan tidak
bisa lepas dari pengaruh budaya yang multi etnis ini. Dikarenakan secara geografis letak
posisi Pekalongan yang berada dipesisir sebagai lintas jalur niaga para pendatang dan
juga strategisnya jalur laut yang menjadikan pelabuhan Pekalongan pada jaman dulu
banyk dari negara lain seperti dari Cina, Arab, India, Belanda, dan Jepang, yang sempat
singgah dan menyatu dengan masyarakat pribumi karena itu batik Pekalongan banyak
dipengaruhi oleh multi etnis maupun buadaya tersebut yang menjadikan ragam motif
dan warna batik Pekalongan yang dihasilkan mempunyai ciri khas dan kulitas yang beda
dari batik-batik yang ada saat ini.
Jika sebelumnaya batik pribumi dibuat dengan pola kraton, namun akibat
pengaruh dari India, seperti kain Patola dari Gujarat, maka dari sini lahir batik khas
Pekalongan jenis batik Jlamprang. Motif batik ini banyak dibuat oleh keturunan Arab
terutama di Desa Krapyak. Di samping itu juga banyak batik Pekalongan dibuat oleh
keluarga Indo Eropa seperti Van Zuylen,warna yang digunakan tidak hanya warna
gelap,tetapi cendrung menggunakan warna-warna cerah seperti motif rangkaian bunga
serta cerita-cerita legenda eropa, motif batik ini dikenal dengan batik Londo (Belanda).
Pada dasarnya, dari ketentuan Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2007 tentang
indikasi geografis, salah satu dasar dari isi Peraturan Pemerintah menunjukan bahwa
sebenarnya batik Pekalongantelah ada sejak dulu hingga sampai sekarang layak dan bisa
untuk mendaptakan perlindungan hukum secara indikasi geografis. Dengan demikian
yang menjadikan permasalahan bagi Pemerintah Kota Pekalongan tentang upaya hukum
untuk melindungi batik Pekalongan secara indikasi geografis.
Dikarenakan masih barunya tentang pengertian indikasi geoigrafis yang belum
banyak diketahui oleh masyarakat umum, maupun dari stakeholder-stakeholder yang
ada di Pekalongan, namun semua itu setidaknya upaya yang telah dilkaukan oleh
Pemerintah Pekalongan untuk melindungngi batik Pekalongan secara indikasi geografis
sudah berjalan, tindakan selanjutnya sampai sekarang masih selalu mengupayakan
dengan mencari data-data tentang batik Pekalongan yang seakurat mungkin, untuk dapat
diserahkan kepada Direktorat Jendearal Haki Departemen Hukum dan Ham, untuk bisa
di tindak lanjutin.
C. Keuntungan Yang di Dapat Oleh Masyarakat Kota Pekalongan Dengan Adanya
Indikaksi Geografis pada produk batiknya.
Untuk mendapatkan data dan pendapat dengan adanya indikasi geografis sebagai
dampak yang di untungkan yaitu produk batik pekalongan itu sendiri, maka penulis
mencari data-data yang bersumber langsung pada masyarakat orang pekalongan, dengan
cara dihimpun berkaitan keterangan dari para pelaksana, yang dibagi menjadi beberapa
nara sumber:
1. Pemerintah
2. Industri ( pengusaha menengah bawah, menengah atas)
3. Pengecer
4. Pemerhati Batik
Sebelum penulis membahas satu persatu pendapat dari para narasumber, penulis
sebelumnya mempersiapkan beberapa pertannyaan untuk interview kepada para
narasumber yang terkait, untuk mengetahui jawaban dari masing-masing perwakilan
masyarakat, perwakilan yang terdiri dari pihak pemerintah, industri batik, pengecer,
pemerhati batik, untuk mendapatka jawaban dari narasumber dari masing-masing
perwakilan masyarakat tersebut, maka penulis secara langsung mengamati dan
menanyakan secara langsung dengan wawancara atau interview kepada masing-masing
perwakilan masyarakat tersebut.
Data dari para perwakilan dari masing-masing status masyarakat yang ada di kota
Pekalongan ini, menggunakan jawaban usulan maksudnya dengan di dasari alasan
bahwa di Kota Pekalongan sendiri dengan begitu banyaknya para pengrajin batik,
maupun pengusaha batik yang ada di kota Pekalongan, untuk mencari data dan pendapat
dari masyarakat Kota Pekalongan. Dengan cara jawaban usulan ini bersifat untuk
memberikan jawaban dan informasi kepada narasumber yang lain, yaitu masyarakat
kota Pekalongan dengan jawaban usulan ini masyarakat lain bisa memberikan jawaban,
Setuju dari data dan jawaban yang di kemukakan oleh perwakilan masing-masing
masyarakat yang telah di jelaskan di atas tersebut, maupun memberikan ketidak setujuan
atas jawaban dan pendapat yang telah di sampaikan oleh para narasumber tersebut yang
mewakili masyarakat Kota Pekalongan.
Penulis mendapatkan data dari mengikuti Forum Group Discussion yang di
selenggarakan oleh universitas Diponegoro Semarang untuk program studi teknik
industri yang berkerja sama dengan Dikti, di sini penulis mendapatkan kepercayaan
untuk dipilih menjadi salah satu dari anggota tersebut sebagai koordinator untuk
penelitian di Kota Solo dan Kota Pekalongan, untuk acara Forum Group Discussion,
dari sini penulis meminta izin kepada ketua pelaksana dalam acara ini untuk menambah
isi dari acara tersebud, salah satau kegiatan maupun jadwal dari acara ini untuk
Pekalongan khususnya, dari alasan dan tujuan penulis untuk menambah permasalahan
indikasi geografis ini khusus Kota Pekalongan dikarenakan di Pekalongan kebetulan
penulis juga masih melakukan riset, dari acara ini penulis mendapatkan data-data untuk
permasalahan keuntungan yang didapat oleh masyarakat Kota Pekalongan dengan
adanya indikaksi geografis pada produk batiknya.
Dari jawaban usulan tersebut sebenarnya penulis juga membatasi, narasumber dari
riset ini di karenakan begitu banyaknya para narasumber yang terkait dari data yang
berkaitan dengan keuntungan yang di dapat oleh masyarakat Kota Pekalongan dengan
adanya indikasi geografis untuk produk batik Pekalongan.
1. Dari Pihak Pemerintah.
Kalau keuntungan pasti ada keuntungan yang didapat dari pihak Pemerintah Kota
Pekalongan, akan semakin dikenalnya Kota Pekalongan itu sendiri secara otomatis, dari
semakin dikenalnya Pekalongan akan bertampak positif keuntungan yang akan didapat
sepert keuntungani dari beberapa sektor misalnya, di sektor investor maka akan banyak
orang mempercayai dan menyenangngi membuka toko batik di kota Pekalongan
maupun memesan batik, baik untuk pemesan berskala kecil, maupun pesanan batik yang
berskala besar( untuk di export), selain itu juga akan secara langsung akan berdampak
pada sektor pariwisata kota Pekalongan, yang ingngin mengetahui dan melihat macam-
macam batik yang ada di Indonesia maupun batik asli kota Pekalongan, di samping itu
juga manfaat yang akan di dapat oleh Pemerintah Kota Pekalongan yaitu batik juga bisa
menjadi education sarana pendidikan yang menyenangkan buat anak-anak sekolah
maupun orang tua, dan juga dengan adannya indikasi geografis ini akan menjadikan aset
Daerah Kota Pekalongan itu sendiri akan meningkat.
44
2. Dari Pihak Industri Batik.
Data yang kedua yaitu dari pihak industri batik di Pekalongan, pihak industri
maksudnya ialah, para pengusaha batik yang ada di Pekalongan (Juragan Batik),baik
para pengusaha batik dari skala menengah kebawah maupun pengusaha yang level
menengah keatas.
Produksi batik yang ada di Pekalongan dengan skala terbatas yakni batik tulis
telah masuk ke Pekalongan sudah lama di mulai abab 19 yang di perkenalkan oleh
Adipati Baurekso, sedangkan produksi batik dalam jumlah besar dan untuk keperluan
pemenuhan kebutuhan pasar, dimulai pada 1930-1935.
45
Kaitannya dengan adanya indikasi geografis pada produk batik Pekalongan, dan
juga pada akhirnya mempunyai dampak yaitu keuntungan yang didapat dan dirasakan
oleh masyarakat Kota Pekalongan dengan adanya indikasi geografis tersebut,dari
keterangan yang didapat dengan melalui wawancara (Interview) juga memberikan suatu
pertanyaan kepada perwakilan pengusaha industri batik di Pekalongan baik dari para
pengusaha batik yang menengah kebawah maupun menengah atas.
Para pengusaha industri di Pekalongan sebenarnya sudah lama menjalankan batik-
batiknya dengan menjual ke luar kota selain di Pekalongan sendiri, bahkan banyak
pesanan datang dari luar negeri, aktifitas jual beli batik di Pekalongan sudah berjalan
sejak lama dan biasannya aktifitas tersebut terjadi untuk meneruskan keberlangsungaan
44
M Wahyu Hasil Wawan Cara Wakil Kepala Klinik Bisnis dan Haki Kota Pekalongan Pada Hari Senin tanggal
5 Agustus 2009 Pukul 09.00
45
Amalinda Savirani Laporan Riset Lapangan Untuk Gelar Doktoral Universitas Van Amsterdam Belanda
Tanggal Januari-Desember 2008, hal 4
usaha batik yang dilakukan dari generasi ke generasi lain, apabila suatu keluarga itu
bermata pencahariannya dan berkerja menggantungkan pada industri batik tersebut.
Kaitannya dengan keuntungan apa saja yang di dapat dengan adannya indikasi
geografis, para pengusaha disini maksudnya, di Pekalongan sudah mendapatkan
keuntungan dengan menjalankan mata pencaharian dengan berdagang batik,, sebelum
adannya indikasi geografis ini ada keuntungan yang didapat sudah ada bermacam-
macam dari para pengusaha batik, baik berupa materi maupun non materi, dari
keuntungan materi berupa banyaknya order batik (pesanan batik), non materi
terkenalnya dan naiknya status sosial dari para pengusaha itu sendiri, yang di wujutkan
biasannya dengan sebutan atau nama orang atau si pemilik industri itu dengan sebutan
didalam masyarakat Pekalongan yaitu: Pak Kaji (Orang berstatus sosial dengan diukur
dari kesuksessan para pengusaha batik yang di wujutkan dengan menjalankan perintah
tuhan, ALLAH), telah menunaiakn 5 rukun islam salah satunya dengan mewujudkan
ibadah haji.
46
3. Dari Pihak Pengecer Batik.
Kota Pekalongan sendiri sejak dulu berkarakter sebagai kota dengan aktivitas
ekonomi yang tinggi atau kota perdagangan, aktivitas ekonomi yang tinggi terasebut
kebannyakan di dominasi oleh aktifitas perdagangan batik.
47
Berkembangnya dan majunnya batik di Pekalongan, memang tidak lepas dari para
pengusaha dan para pengrajin batik (buruh batik), yang masih mempertahankan tradisi
keluarga dari generasi ke generasi berikutnya. Dalam hal usaha batik yang
46
Elawati Abdurahman Pihak Pengusaha Induatri Batik, Hasil Forum Group Discussion, Undib, Untuk
Pengembangan Kreatif di Industri Batik,hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2009 pukul 08.00-13.00
47
Amalinda Savirani, Op. Cit.. hal. 3
dijalankannya atau mata pencahariaannya tersebut, oleh karena bisa berkembangnya dan
majunnya batik Pekalongan juga tidak bisa lepas dari usaha dan peran serta dari yang
namnnya para pengecer batik yang ada di Pekalongan.
Para pengecer batik ini tidak bisa lepas dari namnnya mata ranti perdaganggan
batik di Pekalongan, karena para pengecer ini turut serta juga memajukan dan
berkembangnya batik Pekalongan, bahkan para pengusaha batik (juragan batik) juga
diuntungkan dengan adannya para pengecer ini.
Adanya pengecer batik yang ada di Pekalongan sangat membantu para pengusaha
industri batik, dengan cara membantu mempromosikan batiknya serta dapat menjual
hasil batiknya, karena para pengecer batik ini menjalankan usahannya dan memasarkan
batiknya sangat flesibel, bisa berganti-ganti tempat tidak terikat oleh waktu, dengan cara
seperti menjual di Hotel, ditempat pariwisata, di alun-alun, terminal bus, stasiun kreta
apai, dan tempat yang ramai yang banyak orang berkumpul maupun bersantai yang ada
di sepanjang Kota Pekalongan.
Sistem penjualan para pengcer batik ini bisa mengambil dulu diindustri batik yang
bermodal sedang maupun besar (Konsinasi), dan juga pengecer bisa membayar dulu
batik yang diambilnya seandainnya ada yang tidak laku bisa dikembalikan (beli putus
tergantung perjanjian kedua belah pihak), hal ini yang membikin para pengecer sangat
membantu para pengusaha batik (juragan batik), dan secara tidak langsung
memperkenalkan batik Pekalongan kepada para wisatawan lokal maupun mancanegara
yang berkunjung ke Pekalongan.
48
48
Ikhwan, Pihak Pengecer Batik, Hasil Forum Group Discussion, Undib, Untuk Pengembangan Kreatif di
Industri Batik,hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2009 pukul 08.00-13.00
Dengan adanya indikasi geografis keuntungan yang didapat pasti ada keuntungan
yang diperoleh para pengecer batik (masyarakat Pekalongan), tetapi sebenarnya sebelum
adannya indikasi geografis ini ada, dan telah disahkan secara legalitas yang berbentuk
adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2007. Tentang indikasi
geografis keuntungan yang sudah diperoleh pengecer batik, seperti materi, misal:
Orang luar kota yang sekedar lewat ke Pekalongan dan mampir sambil belanja,
maupun tamu dari hotel yang mengnginap dan juga belanja batik kepada pengecer batik,
keuntunga, non materi seperti wisatawan asing maupun lokal mengerti, dan senang
dengan adanya ciri khas pada batik Pekalongan tersebut yang secara langsung akan
disampaikan oleh para pengecer batik yang ada di Pekalongan seprti dari sejarah,
filosofi, cerita rakyat yang terdapat pada ragam motif batik Pekalongan, semuannya itu
secara tidak langsung menguntungkan batik Pekalongan dari segi indikasi geografis.
49
Dengan di tambah adanya indikasi geografis ini. akan menambah manfaat,
keuntungan dan perkembangan batik Pekalongan tersebut, yang mempertegas bahwa
batik Pekalongan memang berbeda dari batik yang lain, bedannya jelas terlihat dari segi
ragam motif, warna, history, dan dari cerita rakyat yang ada tentang batik Pekalongan,
semuannya itu sebenarnya para pengecer batik sudah lama melakukan hal itu, dengan
menjual dan menawarkan dagangan batiknya kepada wisatawan asing maupun lokal,
secara tidak langsung mengupayakan memperkenalkan batik secara indikasi geografis,
hal ini sudah berjalan lama. Yang telah dijalankan oleh para pengecer batik di
Pekalongan50
4. Dari Pemerhati Batik Pekalongan.
49
Ikhwan Pengecer Batik, Hasil Forum Group Discussion, Undib, Untuk Pengembangan Kreatif di
Industri Batik,Pada Hari Selasa, tanggal 27 Okteber 2009, Pukul 04.30
50
Ikhwan Pengecer Batik Hasil Wawancara, Pada Hari Selasa, tanggal 27 Okteber 2009, Pukul 04.30
Sebelum mewawancarai atau interview subyek yang terkait, penulis menerapkan
hasil jawaban dari subyek terkait dengan jawaban usulan, masutnya jawaban usulan
yaitu dari subyek yang terkait itu bukan satu – satunya dan yang paling benar jawaban
tersebut, dari objek yang penulis tanyakan, kalau ada yang membenarkan maupun yang
kurang sepakat dari jawaban hal tersebut, tidak masalah silahkan saja untuk
menambahkan jawaban hasil dari jawaban subyek tersebut, yang penulis tanyakan
tersebut.
Dari alasan tersebut penulis sengngaja untuk membatasi permasalahan dan
jawaban dari objek yang penulis cari dan tanyakan kepada subyek yang terkait, agar
waktu yang di harapkan penulis tidak terlalu lama, dan juga objek yang penulis cari
dengan cara penelitian lapangan (Field Research) yaitu dengan cara melakukan proses
terjun langsung secara aktif kelapangan dan juga dengan melakukan obsevasi yaitu:
pengamatan lapangan yang dilakukan oleh penulis dilapangan untuk memperoleh data
yang lebih akurat dan menyeluruh dari perilaku manusia atau sekelompok manusia,
sebagai mana terjadi di dalam kenyataannya.
51
Dari segi keuntungan dengan adanya indikasi geografis pada produk batik
Pekalongan, dari segi berpengaruh kepada batik Pekalongan itu sendiri, tidak
berpengaruh dengan adanya indikasi geografis karena kalau upaya dari pihak selaku
Pemerintah Kota Pekalongan dan yang mempunyai kebijakan yang mengatur semua
tentang Kota Pekalongan, kalau Pemerintah Pekalongan sendiri tidak pernah memonitor
peredaran motif batik yang ada di pasaran.
52
51
Soerjono Soekanto, Op, Cit, hal 22.
52
Ahmad Faizin Bidang Konservasi dan Edukasi Museum Batik Pekalongan, Hasil Forum Group Discussion,
Undib, Untuk Pengembangan Kreatif di Industri Batik,hari Sabtu tanggal 24 Oktober 2009 pukul 08.00-13.00
Dengan adanya indikasi geografis pada produk batik Pekalongan, akan ada
keuntungan yang akan diperoleh masyarakat Pekalongan kalau dari pihak masyarakat
Pekalongan tersebut yang memonitor, dan sekaligus mengontrol peredaran motif batik
di pasaran, dan yang dibuat maupun yang dijual oleh para pengusaha batik yang ada di
Pekalongan.
53
Keuntungan yang akan didapat dengan adanya indikasi geografis pada produk
batik Pekalongan, dalam hal mengenai usaha batik yang ada di Pekalongan akan
diuntungkan secara materi maupun non materi, dari adannya indikasi geografis tersebut,
keuntungan yang akan di dapet non materi seperti akan semakin di kenalnya daerah
tersebut yang memproduksi batik, dan identitas dari daerah tersebut yang memproduksi
batik Pekalongan, dan kalau secara materi dengaan wujud banyaknya pesanan, banyak
pembeli batik Pekalongan, semua itu lebih ke tingkat kreatrifitas masyarakat Pekalongan
atau pun pelaku industri maupun pengusaha batik yang ada di Pekalongan.
54
Keuntungan masyarakat Pekalongan dalam hal Perkembangan industri batik
Pekalongan, dengan memanfaatkan adanya indikasi geografis, secara nyata yang terjadi
didalam masyarakat tidak terlalu berpengaruh, yang banyak berpengaruh dari hasil
kreatifitas para pelaku usaha batik yang ada di Pekalongan, dari segi indikasi geografis
sendiri untuk produk batik Pekalongan lebih ke perlindungan agar tidak diakui oleh
orang lain baik dari dalam negeri sendiri maupun orang luar negeri, dan juga secara
langsung maupun tidak langsung membantu perkembangan dan majunya batik
53
Ahmad Faizin, Bidang Konservasi dan Edukasi Museum Batik Pekalongan, Hasil wawancara, Pada hari Sabtu,
tanggal 7 November 2009. Pukul 12.23
54
Ahmad Faizin, Bidang Konservasi dan Edukasi Museum Batik Pekalongan, Hasil wawancara, Pada hari Sabtu,
tanggal 7 November 2009. Pukul 01.00
Pekalongan dengan adanya indikasi geografis ini. yang semuanya itu akan dirasakan
oleh masyarakat Pekalongan kususnya para pelaku usaha batik.
55
55
Ahmad Faizin, Bidang Konservasi dan Edukasi Museum Batik Pekalongan, Hasil wawancara, Pada hari Sabtu,
tanggal 7 November 2009. Pukul 12.34
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah yang telah penulis
kemukakan sebelumnya, beserta penjelasan mengenai uraian teori tentang Kota
Pekalongan dan pengertian indikasi geografis, berikut hasil penelitian dan pembahasan
atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi
Geografis pada batik Pekalongan sebagai upaya hukum dalam mempertahankan ciri
produk, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Usaha yang dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan agar batik Pekalongan mendapat
perlindungan indikasi geografis.
Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, untuk mendapatkan
perlindungan secara indikasi geografis untuk batik Pekalongan, sebenarnya sudah lama
dilakukan sebelum adanya Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007, karena
berdasarkan fakta yang ada, batik Pekalongan mempunyai perbedaan dengan produk
batik daerah lain, khususnya motif maupun warna, hal ini diakui oleh masyarakat Kota
Pekalongan maupun masyarakat diluar Pekalongan, berdasarkan hal-hal tersebut batik
Pekalongan selayaknya mendapatkan perlindungan indikasi geografis ada pun usaha-
usaha yang dapat dilakukan Pemerintah Pekalongan di antaranya dengan dikeluarkannya
Peraturan Daerah kota madya tingkat II Pekalongan nomor 5 tahun 1992, tentang
Pekalongan Kota Batik sebagai semboyan masyarakat dan Pemerintah Kota madya
Pekalongan didalam membangun kota dan lingkungannya.
Dari upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Pekalongan, secara nyata
sudah terbukti bahwa batik Pekalongan sudah lama mendapat perlindungan secara
indikasi geografis, namun secara yuridis belum tercapai baik secara formil maupun
materiil, akan tetapi perlindungan secara nyata jelas ada dari banyaknya pengakuan dari
masyarakat dalam negeri sendiri maupun luar negeri, bahwa batik Pekalongan memang
mempunyai ciri khas yang berbeda baik dilihat dari segi ragam motif, history, filosofi,
maupun dari warna, begitu juga dari faktor masyarakat Pekalongan maupun lingkungan
yang menjadikan kualitas dan hasil dari batik Pekalongan mempunyai ciri khas yang
berbeda.
2. Upaya hukum yang dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan untuk Permohonan indikasi
geografis terhadap batik Pekalongan.
Bahwa secara yuridis perlindungan indikasi geografis terhadap batik Pekalongan
layak untuk terdaftar sebagai indikasi geografis, dari syarat-syarat dan faktor-faktor
yang ada menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang indikasi geografis
yang ditentukan didalam pasal 1 disebutkan bahwa:
“Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukan daerah asal suatu
barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada
barang yang dihasilkan”
pasal 2 ayat (1): “Tanda sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 1
merupakan nama tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan
asal tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh indikasi geografis” Selanjutnya
keterangan mengenai Pasal 2 ayat (2) berbunyi:
“Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa hasil pertanian,
produk olahan, hasil kerajinan tangan, atau barang lainnya sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 1”.
pada pasal 6 ayat 3 pada huruf (a,b,c,d,e,f,g,h,i). Dari ketentuan pasal diatas
sebenarnya batik Pekalongan layak untuk didaftarkan sebagai indikasi geografis, batik
Pekalongan tidak hanya sekedar komoditi tetapi secara kualitas dan ciri khas yang
dihasilkan batik Pekalongan harus ada yang dilindungi.
Adapun upaya hukum yang dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan untuk
permohonan indikasi geografis terhadap batik Pekalongan diantaranya Undang-undang
No.15 Tahun 2001 tentang merek, khususnya ketentuan di Bab VII pasal 56 ayat (1)
samapai (9), pasal 57 ayat (1-2), pasal 58, 59 huruf (a,b) dan pasal 60 mengenai indikasi
geografis dan indikasi asal.
Selain itu upaya hukum yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan juga
sudah terwujud seperti pendaftaran beberapa motif batik asli Kota Pekalongan, dengan
cara mendaftarkan hak cipta No. 19 Tahun 2002 yang dilakukan oleh pihak Pemerintah
Kota Pekalongan pada tanggal 22 Oktober tahun 2004.
Dari upaya hukum tentang indikasi geografis untuk batik Pekalongan keseluruhan
dasar hukum yang terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 jelas sudah
terpenuhi dan layak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara indikasi
geografis.Tetapi dari isi Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007, terdapat pasal yang
tidak tepat untuk dicantumkan sebagai dasar hukum untuk permohonan indikasi
geografis, yang tertulis didalam pasal 2 huruf d, untuk masalah batik sendiri khususnya
batik Pekalongan, memang batik milik umum dengan seringnya digunakan dalam
bahasa sehari-hari tentu saja ini menunjukan bahwa batik adalah budaya milik orang
Indonesia, yang tidak bisa lepas dari keseharian kita, oleh karena itu selayaknya batik
harus dilestarikan dan mendapatkan perlindungan secara intelektual maupun dengan
indikasi geografis.
3. Keuntungan yang didapat oleh masyarakat Kota Pekalongan dengan adanya indikasi
geografis pada produk batiknya.
Batik sebagai dari identitas ekonomi orang Pekalongan telah berlangsung sangat
lama, dan karenanya, sejarah Kota Pekalongan tak bisa dilepaskan dengan kegiatan
ekonomi batik yang menjadi bagian dari kehidupan orang Pekalongan. Bau malam,
cairan perinting, mudah tercium khususnya di sentra-sentra produksi batik,
pemandangan hilir mudik becak, sepeda onthel, dan juga sepeda motor yang mengakut
bahan mentah mori kain batik yang sudah jadi maupun malam dan obat untuk
pembuatan batik, adalah pemandangan sehari-hari Kota Pekalongan yang tidak
ditemukan didaerah lain.
Sebenarnya sebelum adanya Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 yang
mengatur tentang indikasi geografis ini ada, keuntungan yang didapat dari hasil produksi
kerajinan batik Pekalongan sudah lama masyarakat Pekalongan mendapatkan
keuntungan, baik keuntungan yang didapat secara materi maupun non materi. Dari dulu
sampai sekarang pesanan batik masih berjalan baik itu di export maupun memenuhi
permintaan konsumen didalam negeri.
Dengan adanya indikasi geografis ini. dari keseluruhan batik Pekalongan akan
mendapat perlindungan secara yuridis, dan juga semakin dikenalnya produk batik
Pekalongan, maka keuntungan yang akan didapat oleh masyarakat Pekalongan semakin
meningkat.
B. SARAN-SARAN
Dengan memperhatikan pendahuluan, tinjuan pustaka, kemudian dilanjutkan
penelitian dan pembahasan, berikut kesimpulannya, akhirnya diolah sedemikian rupa
sehingga saran yang akan penulis berikan adalah:
1. Perlunya peningkatan pemahaman bagi para aparat penegak hukum maupun
pembatik dan/atau pengusaha batik serta masyarakat pada umumnya terhadap
substansi Peraturan Pemerintah NO. 51 Tahun 2007 tentang indikasi geografis
melalui pelaksanaan seminar maupun sosialisasi yang terus menerus bagi
masyarakat Pekalongan khususnya.
2. Perlunya peningkatan koordinasi secara integral antara satu instansi pemerintah
dengan para perajin batik, pengusaha batik dalam pembinaan dan pengembangan
batik Pekalongan dalam kaitannya dengan penerapan hukum indikasi geografis di
Kota Pekalongan.
3. Industri batik yang menjadi pendapatan utama ekonomi kota Pekalongan perlu
mendapat perhatian yang serius dari Pemkot maupun kalangan
pengrajin/pengusaha. Hal ini disebabkan karena industri ini memiliki serapan
tenaga kerja di Kota Pekalongan yang paling dominan.
4. Perlunya pendataan yang rinci tentang ragam motif maupun jenis batik yang di buat
maupun yang beredar dipasaran oleh instansi pemerintah Pekalongan, diakui bahwa
dengan pendataan ini akan sangat berpengaruh bagi kemajuan batik Pekalongan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Amalinda Savirani.2008. Batik Balon dan Spanduk Parpol Studi Kaitan Antara Ekonomi
Batik dan Politik di Kota Pekalongan. Laporan Riset Lapangan Untuk Gelar Doktoral
Universiteit Van Amsterdam Belanda.
Bappeda.2006. Kajian Dalam Rangka Penelusuran Hari Jadi Kota Pekalongan, Bappeda
Kota Pekalongan.
Herman C. Velghuisen.1993. Pengaruh Belanda Pada Batik dari Jawa Sejarah dan Kisah-
Kisah di Sekitarnya. Jakarta: Gaya Favorit Press
Hiroshi.The Development of Javanese Cotton Industry yang disusun Matsuo
Kusnin Asa. 2006. jakarta Batik Pekalongan Dalam Llintasan Sejarah Batik Pekalongan on
History. Jakarta: Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan Gabungan Koperasi Batik
Indonesia ( Gkbi) dan Dewan Koperasi Indonesia( Dekopin).
Khudzaifah Dimyati, Kelik wardiono. 2004. Metode Penelitian Hukum. Surakarta: UMS
Press.
Koko Sondari.1999/2000. Yusmawati Album Seni Budaya Album Of Art And Cultur Proyek.
pengembangan media kebudayaan direktorat jendaral kebudayaan, departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Miranda Risang Ayu. 2006. Membincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis.
Bandung: Alumni.
Marsam Kardi. 2005. Jejak Telusur dan Pengembangan Batik Pekalongan.
Pemerintah Daerah Kota Pekalongan dengan The Pekalongan Institute. 2008. Pekalongan
Inspirasi Indonesia. Pekalongan: Kirana Pustaka Indonesia.
Soerjono Soekanto. 2001. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja
Grafindo.
. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Soemitro Romy H. 1990. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Yayasan Kadin Indonesia. 2007. Pesona Batik Warisan Budaya Yang Mampu Menembus
Ruang dan Waktu. Jakarta: Yayasan Kadin Indonesia.
Peraturan:
UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek
UU No. 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi Geografis
UU No. 5 Tahun 1992 Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan
Internet dan Jurnal
http:// www.tempointeraktif.com. Tanggal 25 mei 2009.
Buletin Informasi dan Keragaman Haki, Tanggerang, Direktorat Jendral Hak Kekayaan
Intelektual Departeman Hukum dan Ham Ri.
Peraturan Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Nomor 5 Tahun
1992.
http://www.dgip.go.id tanggal 29 Oktober 2009.
Undang-Undang Haki, Bandung, Citra Umbara,
http// www. aped-project.org.
Lampiran-Lampiran
selamat pagi, mas Syarif. Mohon maaf, apakah saya bisa menghubungi mas melalui email? kebetulan email mas tidak ada dalam blogg ini. karena ada hal yang perlu saya tanyakan mengenai topik pembahasan dalam penulisan hukum mas tersebut.
BalasHapus